Era dulu, selama dua abad, Eropa sempat dilanda ketakutan terhadap pasukan Islam. Pasukan Islam terus merangsek ingin merebut Eropa.
Jakarta- Era sekarang, kala tentara negara-negara Barat berada di kawasan Timur Tengah seolah dianggap peristiwa biasa-biasa saja. Saban hari, pemandangan tentara AS, Inggris, Perancis, Kanada, Italia dan lainnya, dengan peralatan militer lengkap lagi berada di negeri Timur Tengah, dianggap sebagai pasukan perdamaian PBB semata. Dunia menilai kejadian itu bukan suatu hal yang aneh.
Tapi bila mengaca pada sejarah, justru sebaliknya. Di era abad 14 hingga 16, justru pasukan tentara Islam yang berjalan-jalan di daratan Eropa. Pasukan Islam merangsek ingin merebut Eropa. Kejadian ini berlangsung tatkala imperium Utsmaniyah tengah berkuasa.
29 Juni 1453, kapal-kapal pasukan Romawi yang berhasil menyelamatkan diri dari serbuan tentara Utsmaniyah, berlabuh di daratan Eropa. Pasca takluknya kota Konstantinopel, ibukota Romawi (penulis Barat menyebutnya Byzantium), di tangan Sultan Muhammad Al Fatih, Eropa pun dilanda ketakutan. Kabar takluknya Konstantinopel itu pun mulai merangsek ke daratan Eropa.
Awal Juli 1453, tiga kapal tiba di Pulau Crete. Isinya sisa pasukan Romawi yang lolos. Di belakangnya, pasukan Utsmaniyah terus mempersiapkan serbuan. Jatuhnya Konstantinopel digambarkan sebagai peristiwa yang sangat menghantui dunia Kristen. Roger Crowly, peneliti Inggris asal Universitas Cambridge, Inggris, menggambar detail kejadian itu. “Tidak ada peristiwa yang pernah terjadi atau akan terjadi lagi yang lebih buruk daripada ini,” tulis seorang Rahib, seperti dilukiskan Crowly dalam bukunya The Holy War for Constantinople and the Clash of Islam and the West. Buku ini sudah diterjemahkan penerbit Alvabet dengan judul “1453 Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Islam”.
Beberapa kapal pasukan Romawi juga hinggap ke Kepulauan Negroponte, Yunani. Kabar jatuhnya Konstantinopel ke tangan Islam, langsung membuat panik warga kota itu. Kepanikan merajalela. Hampir seluruh warga bergerak mengungsi, ingin meninggalkan kota. Yunani panik luar biasa. Mereka ketakutan akan pasukan Islam bakal menyerbu Yunani. Bukan apa-apa, kala itu Konstantinopel dianggap sebagai kota yang sangat kuat, tapi bisa dikalahkan pasukan Islam.
Kabar buruk bagi Eropa itu makin menyebar. Seorang hakim di Yunani, menulis kabar itu kepada Senat di Venesia. Kepanikan pun menular ke warga di Siprus, Rhodes, Corfu, Chios, Modon, hingga Levanto. Malah hingga ke Gerbang Gibraltar, kepanikan itu mengular. Orang-orang Eropa dilanda ketakutan.
Di Venesia, Italia, lebih parah lagi. Begitu surat itu hinggap ke Senat, langsung ditancapkan di panggung kayu di Bacino. Sontak warga kota langsung mengerubung untuk melihat nasib Konstantinopel. Kala tahu Konstantinopel takluk di tangan Islam, “Tangisan dan ratapan pun meledak…semua meninju dada, menjambak rambut, dan menyakari muka, karena ayah, putra dan saudara mereka meninggal dan harta benda terampas.” Senat Venesia yang sejatinya tengah melakukan pemungutan suara, langsung menunda hajatan itu. Mereka meratapi jatuhnya Konstantinopel. Lalu surat pun di kirim ke seantero Italia. Konstantinopel telah jatuh.
Di Bologna, berita itu sampai tanggal 4 Juli. Genoa menerimanya 6 Juli. Roma mendapatkannya tanggal 8 Juli 1453. Italia meradang.
Bisa dibilang, seluruh Eropa berduka. Seorang penulis sejarah Georgia melukiskan, “Pada hari orang Islam merebut Konstantinopel, matahari kelihatan gelap,” tulisnya. Kaisar Jerman, Frederick III, malah menangis tersedu kala berita itu sampai kepadanya. “Tanganku gemetar, bahkan saat menulis jiwaku ketakutan,” akunya.
Jatuhnya Konstantinopel itu membuat ketakutan seluruh Eropa. Berita itu tersebar secepat sebuah kapal berlayar. Secepat seekor kuda berlari. Dan senyaring sebait lagu dinyanyikan.
Berita buruk itu meluas hingga ke Perancis, Spanyol, Portugal, negara-negara Balkan, Serbia, Hungaria, Polandia, Denmark dan seluruh negeri Eropa lainnya. Eropa pun mengutuk kejadian itu luar biasa.
Christian I, raja Denmark dan Norwegia, saking emosinya menggambarkan Mehmet II (Sultan Muhammad Al Fatih) sebagai binatang buas yang akan keluar di hari kiamat.
Eropa pun sibuk menggalang kekuatan. Saluran diplomatik antar kerajaan era itu, sibuk dipenuhi berita dan peringatan akan kejatuhan Konstantinopel. Mereka terus merancang pasukan Tentara Salib lanjutan.
Kisah takluknya Konstantinopel itu tak hanya didengar di kastil-kastil kerajaan. Tapi jadi perbincangan di persimpangan jalan, pasar, dan penginapan-penginapan. “Dia tersiar ke sudut Eropa paling jauh dan orang yang paling tertinggal”, tulis Crowly lagi.
Takluknya Konstantinopel itu sangat mempengaruhi kehidupan agama, militer, ekonomi dan psikologis. Sosok Sultan Muhammad Al Fatih jadi bayangan ketakutan bagi orang Yunani, Venesia, Genoa, Paus di Roma, Hungaria, dan bangsa-bangsa Balkan. Eropa ketakutan Sultan Mehmet II itu bakal merambah Eropa dan menaklukannya. Karena mereka tahu kekuatan pasukan Islam saat itu sangat luar biasa. Eropa juga sadar kala itu pasukan mereka tak sanggup mengimbanginya.
Menariknya lagi, hampir seluruh warga Eropa mendengar kisah heroik Sultan Muhammad Al Fatih kala kali pertama memasuki Konstantinopel. Kalimat Mehmet II itu begitu mengaung di telinga orang-orang Eropa. “Aku berterima kasih pada Nabi Muhammad yang telah memberi kita kemenangan besar ini. Namun aku tetap berdoa agar diberi umur panjang sehingga bisa menyerang dan menaklukan Roma Lama (ibukota Italia) seperti dia memberiku kesempatan memiliki Roma Baru (Konstantinopel)”.
Kalimat inilah yang didengar seram penduduk Eropa. Mereka yakin Sultan Utsmaniyah itu bakal merangsek Eropa untuk merebut Roma.
Tapi kebencian terhadap orang-orang Turki pun merambah. Eropa begitu sentimen dengan Turki. Di Inggris, sejak 1536, kata Turk dipakai dalam bahasa Inggris, menurut Oxford English Dictionary, diartikan “seseorang yang berperilaku barbar dan biadab”.
Ketakutan Eropa makin menjadi kala tentara Utsmaniyah mulai merangsek menuju Roma. Koloni-koloni Genoa dan Yunani satu per satu ditaklukan. Sinop, Trebizond dan Kaffa takluk ditangan pasukan Islam. Pada 1462, tentara Utsmaniyah menyerbu Wallachia. Setahun berikutnya berhasil merebut Bosnia. 1464, Mehmet II berhasil merebut Morea. Lalu 1474, Albania pun direnggut. 1476 giliran Moldova ditaklukkan.
Tahun 1477, prajurit Utsmani menjarah pedalaman kota Venesia, Italia. Venesia dapat merasakan dengusan panas napas Islam dari kerah jubah mereka. Tahun 1481, ratusan pasukan Islam berhasil mendarat di wilayah Italia dan langsung bergerak menuju Roma. Di Roma, Paus sudah diambang ketakutan. Malah tersiar kabar Paus sempat melarikan diri. Pasalnya kala pasukan Islam merebut Otranto, uskupnya ditebas di atas altar. Tapi kemudian Sultan Muhammad Al Fatih meninggal dunia. Dia belum sempat menuju Roma.
Kematian Sultan Mehmet II ini disambut kegirangan luar biasa oleh Eropa. Malah setiap gereja Katolik di Italia membunyikan lonceng di siang hari sebagai peringatan atas kematian Sultan Utsmani itu. “Sampai kini lonceng itu terus didengungkan,” tutur Felix Siauw, seorang penulis buku “1453 Sultan Muhammad Al Fatih” kepada Mahkamah.
Tapi di tahun itu, ratusan tentara Islam sudah berjalan-jalan di daratan Eropa. Mereka sangat ditakuti Eropa. Pasukan Islam dengan teknologi canggih, tak mampu ditandingi pasukan Eropa kala itu.
Kedigdayaan pasukan Utsmani pun terus jadi pembahasan di Eropa. Di Perancis, 80 buku diterbitkan khusus mengulas tentang Utsmaniyah. Kejadian itu di tahun 1480-1609. Buku tentang berdirinya negara Amerika Serikat saja, kala itu hanya dicetak 40 buku. Eropa lebih menggandrungi kisah Utsmaniyah dibanding munculnya negeri USA.
Buku-buku tentang Islam pun banyak bertebaran. Tahun 1603, seorang penulis Inggris, Richard Knolles, menulis buku best seller The General History of the Turk. Kala itu kepustakaan Inggris dipenuhi buku-buku yang mengulas tentang Turki sebagai “teror dunia saat ini.” Kebanyakan, buku-buku Eropa itu mengulas peperangan yang banyak dimenangkan pasukan Utsmaniyah. Eropa kala itu betul-betul dilanda kemaruk mengulas tentang Islam.
Malah, di tahun 1599, Ratu Elizabeth I, penguasa Inggris, mengajak damai Sultan Mehmet III (pengganti Sultan Muhammad Al Fatih). Elizabeth mengirimkan sebuah hadiah persahabatan, organ. Malahan Ratu itu sampai mengirimkan pembuatnya, Thomas Dallan, langsung ke Istambul (kota Konstantinopel setelah ditaklukkan Islam).
Kala berada di istana Istanbul, Thomas terkesima luar biasa. Dia diajak berkeliling Istana dan ruang tempat Sultan menerima tetamu. Dia terkagum-kagum. “Seluruh pemandangannya mengira saya sedang berada di dunia lain,” ujarnya.
Begitulah. Di abad pertengahan itu, Eropa memang dilanda ketakutan akan kekuatan pasukan Islam. Kini tentara Barat berkeliaran di negeri-negeri jazirah, Arabia, sampai nusantara.
Pasca dihancurkannya Daulah Utsmaniyya, 1924, maka kekuatan barat kemudian menjadi dominan seantero dunia. Jerusallem kemudian berhasil direbut oleh kaum barat, setelah sebelumnya di bawah kekuasaan Daulah Utsmani.
Menurut Irawan Santoso Shiddiq, Mudhir Jamiyyah Ahlith Thariqah al Mu’tabarah an Nadliyyah (JATMAN) Jakarta, kekuatan utama Utsmaniyya dulu terletak pada kaum sufi. “Tassawuf menjadi penopang utama Utsmani hingga gagah perkasa, dan Islam pun Berjaya,” tandasnya. Begitu Tassawuf dipisahkan dari umat Islam, sambungnya, maka umat Islam pun melemah. “Tak heran makanya muncul banyak fitnah kepada Tassawuf agar umat tak lagi mengikuti tarekat, yang rugi adalah umat sendiri, karena fakta sejarah membuktikan itu,” tambahnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan