Jakarta, Aktual.com — Pembakaran hutan dan lahan yang disertai awan pekat yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa telah mulai reda diguyur oleh hujan. Namun, kejahatan kemanusian dan lingkungan hidup tersebut tak bisa dibiarkan berlalu begitu saja tanpa tindakan hukum yang tegas.
Patut menjadi pertanyaan kita semua, kenapa pembakaran hutan dan lahan yang merupakan sebuah kejahatan korporasi dengan magnitude yang sangat besar, namun tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari kita sebagai orang-orang yang katanya beriman, pejuang tegaknya nilai-nilai kemanusian, keadilan dan cinta tanah air.
Di mana sebenarnya kita meletakan nilai-nilai keimanan, kemanusian, keadilan dan nasionalisme kita, ketika di saat yang sama kita diam menyaksikan kejahatan korporasi yang tidak sekedar merampok dan mengusai tanah air kita beserta kandungannya, tapi juga disertai tindakan kejahatan dengan membakar hutan dan lahan, yang memakan korban jiwa, merusak lingkungan hidup, musnahnya kehidupan puluhan juta flora dan fauna yang tidak berdaya menyelamatkan dirinya.
Menurut data BNPB, diperkirakan sejumlah 40-50 juta jiwa terpapar oleh asap pekat. Sejumlah 503.874 jiwa yg menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di 6 Propinsi sejak 1 Juli-23 Oktober 2015. Kemungkinan jumlah penderita yang sebenarnya lebih dari itu sebagian masyarakat sakit tidak berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit sehingga tidak tercatat. 20-an orang tercatat meninggal karena ISPA. Wapres Kalla bahkan mengatakan, penyakit ISPA yang diserita masyarakat akibat asap pekat berdampak jangka panjang terhadap kesehatan.
Belum ada penelitian, berapa puluh juta flora dan fauna yang musnah akibat pembakaran hutan dan lahan tersebut.
Namun, hingga kini, penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi tersebut sedang dilakukan dengan cara-cara konspiratif, tertutup, berbau diskriminatif dan tanpa kontrol publik. Penegakan hukum tersebut dipastikan tidak akan menyentuh perusahaan raksasa yang diduga terlibat dalam pembakaran lahan.
Pertanyaan kita, di laci yang mana sebenarnya Presiden, DPR, MPR dan para menteri menyimpan amanat konstitusi untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia?
Apakah blusukan dan ber-selfie dengan Suku Anak Dalam yang miskin dan terbelakang tanpa tindakan tegas terhadap penjahat pembakar lahan dan hutan adalah upaya melindungi segenap tumpah darah Indonesia?
Sangat aneh dan menyedihkan, lantaran ketika Suku Anak Dalam yang terusir dari tempat tinggalnya karena hutannya dibakar, namun hanya dijawab oleh Presiden Joko hanya dengan ber selfie lalu mendengarkannya di media sosial untuk dijadikan isu pro dan kontra dalam rangka pengalihan isu.
Kepada Presiden Joko, jika penegak hukum, Polri dan Kejaksaan, tidak tegas menghukum perusahaan raksasa pembakar hutan dan lahan, mencabut izin dan menyita perusahaan dan assetnya untuk menjadi milik negara, maka benar adanya tuduhan publik bahwa anda telah menjadikan Suku Anak Dalam yang miskin dan terbelakang, semata sebagai tameng untuk melindungi korporasi penjahat kemanusian dan lingkungan hidup.
Jika tidak ada hukuman yang tegas terhadap korporasi raksasa pembakar lahan tersebut, maka benar dugaan publik bahwa Presiden Joko adalah “bodyguard politik” yang melindungi perusahaan tersebut, karena diduga perusahaan pembakar lahan tersebut turut menyumbang dana pemenangan Pilpres 2014 untuk pasangan Joko-Kalla.
INGAT, GUSTI ALLAH ORA SARE !!
By: Haris Rusly || Petisi 28
Artikel ini ditulis oleh: