Jakarta, aktual.com – Pembahasan RAPBN 2026 yang dimulai dengan penyampaian Nota Keuangan Presiden Prabowo menyoroti adanya kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah. Rencana belanja pusat tercatat sebesar Rp2.663,4 triliun, sementara alokasi untuk daerah hanya Rp650 triliun, meliputi DAU, DAK, DBH, Otsus, dan Dana Desa. Padahal, dalam lima tahun terakhir fiskal daerah mengalami penurunan hingga hampir 29%.

No. TAHUN APBN TOTAL DANA TRASFER KE DAERAH
1 2026 RP.650 Triliun
2 2025 Rp848,52 triliun
3 2024 RP.863,5 triliun
4 2023 RP.814,72 triliun
5 2022 Rp.816,2 Triliun

Sumber : JDIH Kemenkeu, Web Kemenkeu RI

Kondisi ini berbanding terbalik dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 yang menekankan pemberian kewenangan luas, nyata, dan bertanggung jawab bagi daerah, termasuk dalam pembagian sumber daya nasional secara adil.

Dalam struktur RAPBN 2026, belanja negara memang meningkat menjadi Rp3.136,5 triliun. Namun, proporsinya tidak seimbang: pusat menguasai Rp2.663,5 triliun (84,9%) sedangkan daerah hanya Rp650 triliun (15,1%). Ketimpangan ini dinilai menghambat pembangunan daerah dan mendorong pemerintah daerah mencari tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama dari pajak dan retribusi. Situasi seperti di Kabupaten Pati dikhawatirkan bisa meluas ke daerah lain.

Direktur LOHPU (Lembaga Opini Hukum Publik), Aco Hatta Kainang, menegaskan bahwa pemerintah bersama DPR RI perlu mengubah postur anggaran daerah dengan prinsip keadilan berbasis sumber daya.

“Pemerintah dan DPR RI mengubah postur anggaran ke daerah dengan menggunakan prinsip keadilan berbasis sumber daya sesuai semangat TAP MPR No. XV/1998 tentang Otonomi Daerah dengan memberikan ruang penuh daerah menuju kemandirian fiskal dalam hal memanfaatkan potensi sumber daya di daerah,” katanya, Selasa (19/8).

Lebih jauh, ia juga menekankan pentingnya revisi aturan keuangan pusat-daerah. Menurutnya.

“Pemerintah dan DPR RI melakukan revisi UU No. 2 tahun 2022 tentang hubungan keuangan pusat dan daerah terkait porsi daerah atas pajak PPN, PBB P1 dan P3, PPh badan, PNBP, serta pemberian saham bagi daerah pada perusahaan yang mengelola sumber daya alam. Dengan begitu daerah bisa memperoleh dividen, sementara daerah minim sumber daya mendapatkan subsidi dari daerah yang kaya potensi. Hal ini bagian dari reformasi sistem perpajakan dan retribusi daerah yang lebih menguntungkan daerah,” jelasnya.

Selain itu, ia juga menilai peran DPD RI sangat penting. Dalam keterangannya, ia menegaskan.

“Meminta DPD RI sebagai perwakilan daerah mengeluarkan rekomendasi bagi kepentingan daerah yang adil dan proporsional demi tujuan otonomi daerah sebagai cita-cita reformasi dan pelaksanaan TAP MPR No.XV/MPR/1998 sebagai sumber perundang-undangan di atas undang-undang,” ucapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain