Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan,
Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan,

Makassar, Aktual.com – Ketua MPR Zulkifli Hasan, mengajak umat Islam di Indonesia untuk membangkitkan potensinya di bidang ekonomi, karena dengan kesadaran itu maka tidak menjadi sasaran pasar tetapi mampu sebagai pelaku.

“Umat Islam harus mengurangi ketertinggalan dalam berbagai bidang, terutama pendidikan dan ekonomi,” kata Ketua MPR dalam dialog kebangsaan pada Mukernas ke-10 Wahdah Islamiyah di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (23/12).

Zulkifli Hasan mengajak kalangan umat Islam bersatu menghadapi perkembangan yang cepat dan kompleks. Jangan sampai di internal umat Islam terjebak pada polemik perbedaan.

Karena kalau umat sibuk mempersoalkan perbedaan, maka pihak lain merasa senang. Dia mengingatkan kini saatnya umat Islam bersatu dan jangan mau diadu domba.

Karena itu, potensi umat yang besar perlu diarahkan untuk mengurangi ketertinggalan di berbagai bidang, terutama pendidikan dan ekonomi. Dia menegaskan, umat Islam harus sadar bahwa hanya satu persen penduduk Indonesia yang menguasai 64 persen lahan.

Namun dia mengakui tidak mudah membangkitkan potensi ekonomi umat Islam hingga mampu berperan lebih dominan. Tetapi kalau tidak mulai berperan saat ini, maka dikhawatirkan akan semakin tertinggal. Dia mengatakan menjadi pelaku ekonomi membutuhkan proses dari yang kecil. Namun pelaku ekonomi skala kecil kalau diberi kesempatan dan pembinaan akan bisa menjadi besar.

UKM-UKM sebaiknya berperan lebih besar termasuk dalam bidang perdagangan kebutuhan pokok. Sedangkan perusahaan besar selayaknya diarahkan dalam persaingan perdagangan antarnegara.

“Nggak apa-apa yang kecil-kecil diberi peran, mungkin awalnya banyak rugi. Tapi mereka bisa belajar bagaimana bertahan dan dapat keuntungan, ” kata Zulkifli Hasan.

Zulkifli juga menguraikan bahwa peran ulama dan umat Islam dalam perjuangan meraih kemerdekaan sangat besar. Nasionalisme dan visi kebangsaan ulama dan umat Islam dalam menjaga NKRI harus terus dijaga.

“Kalau kita bicara nasionalime dan kebangsaan memang kita telat. Kenapa lama sekali perjuangan baru berhasil meraih kemerdekaan? Karena pendidikan kita kurang,” katanya.

Karena pendidikan, maka mudah diadu domba dan mudah dipecah-belah. Barulah kesadaran itu muncul awal abad ke-20 setelah ada pendidikan yang dijalani pemuda Indonesia.

Kini, kata dia, sudah banyak yang dicapai dari reformasi 1998.

“Kita bisa mencapai demokrasi terbuka. Banyak negara gagal melaksanakan demokrasi seperti Suriah dan Mesir,” katanya.

Namun, kini juga banyak kesalahpahaman dan paham salah berkembang di masyarakat. Misalnya, orang taat agama dianggap intoleran.

Padahal beragama adalah bagian dari ketaatan kepada sila pertama Pancasila. Pancasila adalah pedoman untuk mempersatukan. Namun muncul upaya memecah-belah menggunakan Pancasila. “Misalnya, muncul klaim ‘kami Pancasilais, kalian tidak’. ‘Kami toleran, kalian tidak’. ‘Kami perawat Pancasila dan kemajemukan, kalian tidak’, ” katanya.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: