Jakarta, Aktual.com – Kasus pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) di APBD-P DKI 2014 sejauh ini sudah memakan ‘korban’ dua anggota DPRD DKI sebagai tersangka.
Yaitu Muhammad Firmansyah dari Fraksi Partai Demokrat dan Fahmi Zulfikar dari Fraksi Partai Hanura. Keduanya diduga terlibat dalam kasus UPS saat sama-sama duduk di Komisi E DPRD DKI periode 2009-2014.
Salah satu tersangka, Fahmi, sampai saat ini ternyata masih merasa tidak bersalah. Dia juga yakin Komisi E DPRD DKI saat itu tidak mengusulkan program pengadaan UPS. Aktual.com mencoba dalami alasan Fahmi.
Saat dikonfirmasi, Fahmi yang sudah dinonaktifkan dari jabatan Sekretaris Komisi E DPRD DKI pasca ditetapkan sebagai tersangka, mengaku pernah menerima sejumlah dokumen dari Alex Usman, mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat. Saat Alex menyerahkan dokumen itu, DPRD DKI sedang masa-masa pembahasan APBD-Perubahan DKI tahun anggaran 2014.
Dokumen dibungkus amplop warna cokelat dan diserahkan Alex di ruang kerja Fahmi. Ternyata isinya usulan program. Tapi Fahmi mengaku saat menyerahkan itu Alex tidak menjelaskan rinci dokumen usulan program apa saja yang ada dalam amplop. “Alex hanya mengatakan ini usulan hasil audiensi dari sekolah,” ujar dia, saat dihubungi Aktual.com, Kamis (7/1).
Fahmi juga mengaku tidak tahu kalau dalam amplop itu ada usulan program pengadaan UPS. Alasannya, dia tidak membuka-buka isi amplop.
Kepada Fahmi, Alex meminta untuk memperjuangkan agar usulan-usulan program di dalam amplop cokelat itu bisa lolos masuk APBD-P DKI 2014. Kendati demikian, Fahmi saat itu ragu usulan program dari Alex bisa lolos. Sebab aturannya memang tidak boleh ada usulan program baru masuk setelah KUA-PPAS sudah diserahkan ke DPRD. “Memang tidak ada forum yang sah untuk memasukkan program/kerja susulan,” beber dia.
Tapi oleh Fahmi, amplop dari Alex itu ternyata tetap diserahkan ke Ketua Komisi E DPRD DKI periode 2009-2014, M Firmansyah tanggal 23 Juli 2014. “Saya serahkan langsung ke Firman saat rapat internal Komisi E (tanggal 23 Juli),” ujar dia.
Namun, di rapat itu, isi si amplop cokelat ternyata tidak dibahas.
Sehari kemudian, tanggal 24 Juli 2015, kata Fahmi, Komisi E kembali gelar rapat. Kali ini rapat menghadirkan mitra kerja dari Pemprov DKI. Antara lain, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Dinas Pemuda dan Olahraga DKI. Fahmi mengaku tidak hadir saat rapat itu.
Meski tidak hadir. Fahmi semakin yakin kalau Komisi E tidak mengusulkan masuknya program pengadaan UPS di APBD-P 2014. Sebab di hasil resume tentang hasil rapat tanggal 23 dan 24 Juli, bernomor No. 03/S/KE/DPRD/VII/20134 tertanggal 25 Juli 2014 yang ditandatangani Ketua Komisi E Firmansyah, tidak menyinggung adanya program/kegiatan terkait pengadaan UPS pada sektor pendidikan. Surat hasil rapat itulah yang kemudian dikirimkan ke Ketua DPRD saat itu, Ferrial Sofyan.
Dari data yang dimiliki Aktual.com, di poin 1 surat tanggal 25 Juli 2014 itu Komisi E hanya menyebut mendukung program dan kegiatan untuk meningkatkan kucuran BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) ke sekolah swasta untuk jenjang SMA/MA dan SMK Swasta. Dari sebesar 30 persen di tahun anggaran 2013 menjadi 50 persen di 2014.
Lalu di poin 2, hanya disinggung agar Pemprov DKI memberi perhatian lebih ke Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Sedangkan di poin 3, Komisi E menyinggung soal perbaikan gedung sarana dan prasarana pendidikan di DKI yang ditemukan masih banyak yang ‘bobrok’. Komisi E juga menyinggung soal peningkatan mutu pendidikan di DKI yang dianggap belum merata.
Tidak ditemukan adanya pernyataan Komisi E telah membahas soal pengadaan UPS.
Namun dari catatan Aktual, ada ketidakkonsistenan dari pernyataan Fahmi. Saat usai menjalani pemeriksaan pertama di Bareskrim pada 24 November 2015 lalu, dia justru mengatakan pengadaan UPS sudah melalui prosedur yang sah. Dia menampik tudingan pengadaan UPS dilakukan tanpa melalui pembahasan di DPRD DKI Jakarta. (Baca: Berstatus Tersangka Fahmi Zulfikar Ogah Mundur Dari Hanura)
“Mekanisme itu kan memang sudah standar. Mungkin kalau ditanya apakah itu (pengadaan) berjalan dengan sendirinya, tidak lah. Itu kan melalui pembahasan, tapi tidak mungkin membahas anggaran secara rinci satu per satu,” kata dia saat itu.
Mana yang benar dari pernyataan Fahmi? Kita ikuti kisah selanjutnya.
(Laporan: Fatah Hidayat Sidik)
Artikel ini ditulis oleh: