Jakarta, Aktual.com – Eksponen aktivis 98 merasa geram dengan manuver elite korup yang lepas tangan akan salah kelola negara, sehingga merugikan negara dan rakyat luas. Sebagai contoh, lamban dan lemahnya wibawa negara dalam negosiasi kontrak Freeport, yang kian merugikan negara dan kepentingan rakyat yang lebih luas.
“Perpanjangan Kontrak Karya Freeport pada 30 Desember 1991 menjadi sebuah kesepakatan yang melilit negara Indonesia hingga saat ini. Ribuan triliun hilang, padahal Freeport aset strategis bangsa yang dapat menjadi modal menyejahterakan rakyat,” ujar aktivis 98 Haris Rusly secara tertulis, Selasa (26/12).
Dia mencatat, Ginandjar Kartasasmita selaku Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) di era Orde Baru, telah bertindak menjadi ‘Brutus’ yang mengkhianati negara dalam kasus Freeport dengan memberikan kemudahan perpanjangan izin di tahun 1991. Akibat dari Kontrak Karya tahun 1991 tersebut yang memungkinkan PT Freeport mempunyai landasan hukum mengajukan perpanjangan kontrak setiap saat hingga kini.
Di periode akhir Presiden Soeharto tahun 1998, Ginandjar Kartasasmita membuktikan dirinya selaku ‘American Boy.’ Pada 20 Mei 1998 di Kantor Bappenas, Ginandjar memimpin 14 menteri untuk mundur dari kabinet yang baru dibentuk.
Rezim Soeharto sedang oleng menghadapi multi krisis, mulai dari devaluasi rupiah, kelangkaan sembako,  kerusuhan sosial, konflik elite, pertikaian internal ABRI (kini TNI/ Polri), hingga gelombang gerakan mahasiswa yang makin membesar di berbagai kota.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta