Ilustrasi- Imam Ats-Tsauri

Jakarta, Aktual.com – Tasawuf merupakan suatu ajaran yang dikenal memiliki norma kehidupan zuhud serta meninggalkan kesenangan duniawi dan lebih fokus terhadap kecintaan kepada akhirat.

Akan tetapi, Zuhud disini tidak diartikan sebagai kegiatan meninggalkan dunia secara totalitas, sehingga menjadikan orang yang berperilaku zuhud menjalani kehidupan miskin, lusuh serta jauh dari harta.

Cucu Rasulullah SAW yaitu Imam Ja’far Ash-Shadiq salah seorang imam ahli fiqih dan tasawuf justru hidup dalam kehidupan yang mewah. Melihat perbuatan tersebut Imam Ats-Tsauri yang juga seorang imam ahli fiqih dan tasawuf hidup sezaman dengan beliau sempat mengkritik tindakan Imam Ja’far, berikut kisahnya:

Pada suatu hari Sufyan As-Tsauri mendatangi Ja’far Ash-Shadiq dan ia melihat Imam Ja’far mengenakan pakaian yang indah gemerlap dan sangat mewah. Ats-Tsauri merasa, Imam yang terkenal sangat salih dan zahid itu, tidak pantas untuk memakai pakaian seperti itu.

As-Tsauri berkata, “Busana ini bukanlah pakaianmu!”.

Imam Ja’far ash-Shadiq menimpali ucapan As-Tsauri dengan berkata, “Dengarkan aku dan simak apa yang akan aku katakan padamu. Apa yang akan aku ucapkan ini, baik bagimu sekarang dan pada waktu yang akan datang, jika engkau ingin mati dalam sunnah dan kebenaran, dan bukan mati di atas bid’ah,” ucapnya.

“Aku beritakan padamu, bahwa Rasulullah saw hidup pada zaman yang sangat miskin. Ketika kemudian zaman berubah dan dunia datang, orang yang paling berhak untuk memanfaatkannya adalah orang-orang salih, bukan orang-orang yang durhaka, orang-orang mukmin, bukan orang-orang munafik, orang-orang Islamnya bukan orang-orang kafirnya. Apa yang akan kau ingkari, hai As-Tsauri?,” lanjut Imam Ja’far.

Belum puas menasehati Imam Ats-Tsauri, Imam Ja’far berkata lagi, “Demi Allah, walaupun engkau lihat aku dalam keadaan seperti ini sejak pagi hingga sore, jika dalam hartaku ada hak yang harus aku berikan pada tempatnya, pastilah aku sudah memberikannya semata-mata karena Allah.”

Walaupun begitu, Imam Ats-Tsauri juga tidak salah, karena ada sebagian para ahli tasawuf rela meninggalkan dunianya yang dapat melalaikan dirinya beribadah serta mengingat Allah SWT dengan lebih memilih hidup dalam keterasingan serta kemiskinan.

Akan tetapi, kita bisa mengambil kesimpulan dari kisah di atas dengan berpegang kepada kaidah zuhud, seperti yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib, sebagai berikut:

ليس الزّهد أن لا تملك شيئاً، ولكنَّ الزّهد ألا يملكك شيء

“Zuhud bukan berarti engkau tidak memiliki sesuatu apapun (Dunia), akan tetapi Zuhud adalah Sesuatu (Dunia) tidak memiliki dirimu,”

Waallahu a’lam

(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra