Sejumlah anggota Polri dan prajurit TNI mengikuti apel gabungan pergeseran pasukan di Lapangan Bhayangkara, Jakarta, Selasa (18/4). Sebanyak 62 ribu personel gabungan TNI-Polri dikerahkan untuk pengamanan pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww/17.

Jakarta, Aktual.com – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berpandangan TNI dapat diperbantukan untuk penanganan kasus terorisme. Sebab ada kondisi dimana Polri tidak bisa menangani sendiri aksi kejahatan teror di Tanah Air.

“Kompolnas mendukung pelibatan TNI, tapi jangan melanggar konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan MPR,” Komisioner Kompolnas Bekto Suprapto kepada wartawan dikantornya, Jakarta Selatan, Jumat (2/6).

Dalam hal ini kewenangan TNI lebih pada menjaga pertahanan keamanan negara. Misalnya, kata Bekto, dalam kasus pembajakan anak buah kapal oleh kelompok bersenjata di wilayah perbatasan, maka perlu keterlibatan TNI untuk menanganinya.

Polri tidak memiliki kewenangan masalah pengamanan perbatasan. Dia mencontohkan kasus lain yang terjadi baru-baru ini yaitu serangan kelompok militan Maute di Kota Marawi, Filipina Selatan.

Karena daerah tersebut berbatasan dengan Indonesia, maka dibutuhkan TNI. “Seandainya terjadi di Indonesia, direbut, diumumkan daulah ISIS, polisi tentu tidak bisa. Itu perlu TNI,” terang Bekto.

Meski demikian, namun ia kembali mengingatkan, keterlibatan TNI harus berlandaskan undang-undang. UU yang dimaksud adalah Pasal 30 UUD 1945 dan Tap MPR Nomor VI Tahun 2002.

Yang menyatakan bahwa Polri dan TNI terpisah secara kelembagaan sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Dengan fungsi peran yang berbeda, maka diperlukan aturan khusus yang mengatur soal perbantuan tugas tersebut.

“Sampai saat ini undang-undang tersebut belum dibuat. Kalau tidak, akan bertentangan dengan aturan yang ada. Jangan sampai pemerintah melawan aturan lebih tinggi yang sudah ada. Harus konstitusional,” lanjut dia.

Pelibatan TNI dalam penanganan masalah terorisme diusulkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Anti Terorisme. Usulan itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.

Presiden ingin unsur TNI dapat terlibat dalam praktik antiterorisme. “Berikan kewenangan kepada TNI untuk masuk di dalam RUU ini. Tentu saja dengan alasan-alasan yang saya kira dari Menko polhukam sudah mempersiapkan,” kata Jokowi.

 

Laporan Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh: