Melawan stigma

Hidup di jalanan bukanlah menjadi pilihan mereka, namun kondisi lingkungan yang tak berpihak membuat anak-anak jalanan ini mau tak mau harus menyerah pada nasib. Mayoritas anak-anak punk jalanan ini korban dari kekerasan keluarga, perceraian, hingga ada yang tak tahu ayah maupun ibunya.

Identitas urakan yang melekat menjadi problema tersendiri. Mereka sadar bahwa mengubah pendangan masyarakat bukanlah perkara mudah. Namun, satu hal yang diyakini, bahwa Tuhan tak pernah gugur dalam menilai umatnya.

Waktu menunjukkan pukul 15.30 WIB, lantunan azan, lirih menggema semesta. Pria berbadan kurus mengingatkan yang lainnya untuk segera bergegas menuju masjid. Dia adalah Apriansyah (21).

Pria yang kedua tangannya dipenuhi rajahan tinta hitam adalah seseorang yang menghabiskan hari-harinya dengan memetik senar gitar kecilnya di kawasan Jakarta dan kolong jembatan depan stasiun Tebet. Tatapan matanya yang tajam, kulit legamnya yang terbakar matahari langsung mengubah pandangan negatif saat mengajak salat.

“Sebelum saya di kolong jembatan ini saya ngamen, nongkrong, ngamen muter nyari duit bolak balik ke Depok, Manggarai nyari duit, akhirnya nongkrong dekat stasiun sini” kenangnya sambil memegang tatonya.

Artikel ini ditulis oleh: