“Tiga tahun lalu ada fenomena di mana kaum urban tidak peduli dengan anak jalanan dan punk yang dianggap sampah. Sesuatu yang menggangu secara sosial, padahal ini merupakan efek dari banyak hal dari kehidupan kita,” ujar Halim.

Mengajak anak-anak jalanan untuk mengaji bukanlah perkara mudah. Lika-liku perjalanan mewarnai setiap langkah Halim. Namun, dengan tekad yang kuat serta pendekatan yang humanis, mereka secara perlahan mulai mau mengubah pola hidupnya.

Mereka berasal dari berbagai latar belakang seperti pengamen, sopir angkot, kernet bus, hingga pengemis.

Saat ini terdapat 40 orang yang mengikuti kajian agama di kolong Jembatan Tebet. Dibantu sejumlah relawan lintas sosial, mereka belajar mengenai Islam dan menuju hidup yang lebih baik.

Anak-anak punk itu berasal dari berbagai wilayah seperti Depok, Bekasi, Tangerang, hingga provinsi lain seperti Jawa Timur. Mayoritas berasal dari sekitaran ibukota. Mereka yang berasal dari luar DKI, mulanya bermigrasi untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Nasib tidak berpihak, mereka justru harus menyerah pada kerasnya kehidupan ibukota dan menggelandang di jalanan Jakarta.

Artikel ini ditulis oleh: