Jakarta, Aktual.com – Konflik yang terjadi antara India-Pakistan adalah buah dari rantai permasalahan politik, sosial, budaya, hingga ekonomi yang hingga kini belum tuntas.
Demikian menurut Guru Besar Sejarah Peradaban Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon Prof Didin Nurul Rosidin. Menurutnya bahwa narasi yang berpotensi menimbulkan perpecahan akibat adanya perang India dan Pakistan, harus dihindari.
Bahkan dirinya juga menyayangkan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab malah membuat peristiwa ini seolah menjadi narasi “nubuat” bahwa umat Islam (Pakistan) akan berperang dengan orang-orang kafir (India) di akhir zaman.
“Narasi semacam ini cenderung menimbulkan polarisasi tajam, memicu radikalisasi, dan menggerus upaya perdamaian serta diplomasi yang sejatinya sangat diperlukan untuk menghindari eskalasi militer, bahkan nuklir, di kawasan Asia Selatan,” kata Didin dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis (15/5).
Dalam konteks konflik India-Pakistan, menurut dia, narasi “perang akhir zaman” tidak hanya keliru secara historis tetapi juga berbahaya secara sosial dan politik.
Pandangan apokaliptik seperti ini, kata dia, memberi gambaran seolah-olah pertikaian berskala lokal antara kedua negara Muslim dan non‑Muslim tersebut adalah bagian dari skenario global, padahal akar konflik jauh lebih kompleks dan spesifik secara sejarah dan geopolitik.
Dia menilai penggunaan retorika akhir zaman hanya akan memperkuat false moral clarity atau keyakinan bahwa kekerasan adalah satu-satunya jalan benar, yang sering dieksploitasi oleh kelompok ekstremis untuk merekrut anggota baru.
Selain itu, menurut dia, pandangan tersebut meningkatkan risiko tindakan kekerasan spontan (lone wolf) karena individu yang termakan narasi merasa mendapatkan “panggilan ilahi” untuk beraksi sebelum “akhir zaman tiba.”
Dia menilai narasi “perang akhir zaman antara Islam dengan kafir” yang ditautkan pada konflik India-Pakistan jelas salah alamat dan mencederai semangat pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Faktanya, kemerdekaan Indonesia adalah buah perjuangan seluruh elemen bangsa, terlepas dari suku, ras, golongan, ataupun agamanya.
“Bhinneka Tunggal Ika adalah pengakuan akan realitas historis, sosiologis, plus antropologis yang ada di Indonesia, bahwa Indonesia dibangun dan akan selalu dibangun oleh keanekaragaman, tidak hanya budaya tetapi juga keimanan,” kata dia.