Jakarta, Aktual.co — Komisi untuk orang hilang dan tindak kekerasan (Kontras) menilai pembebasan bersayarat Pollycarpus Budihari Priyanto yang diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA), dalam kasus tewasnya pejuang HAM Munir Said Thalib sebagai mesin penghapus dosa.

“Kenapa bisa diajukan dua kali? Hal ini menunjukan kamar pidana MA tidak jeli melihat kasus Munir dan asal proses. Hal ini juga menunjukan antar hakim tidak ada posisi yang jelas dalam kasus Munir. Putusan-putusan PK Polly pun juga tidak ada dalam website mereka, ini indikasi ada yang disembunyikan,” kata kepala divisi pembelaan hak-hak sipil dan politik Kontras, Putri Kanesia kepada Aktual.co,  di kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, pada Minggu (30/11).

Sejak 2009 silam, MA pernah menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 10 tahun 2009 yang isinya, MA melarang pengajuan PK lebih dari sekali dalam kasus yang sama, baik pidana maupun perdata. Bentuk konkret pelarangan tersebut adalah MA memerintahkan ketua Pengadilan Negeri (PN) (tempat pengajuan PK didaftarkan) dan ketua Pengadilan Tinggi (PT) untuk tidak menerima dan mengirimkan berkas PK itu ke MA.

Namun demikian, SEMA juga memberikan pengecualian. Khusus untuk PK yang didasarkan pada alasan pertentangan putusan, MA masih memberi kesempatan untuk menerima berkas PK tersebut.

Wakil koordinator Kontras, Chrisbiantoro menegaskan pengajuan novum yang diajukan oleh Pollycarpus tidak ada yang baru. “Yang diajukan Polly bukanlah bukti baru. Locus tempus-nya yang menjadi masalah. Itu kan sudah dibuktikan bahwa pemberian racun Munir itu bukan dari Singapura ke Belanda, tapi saat sudah di bandara Changi, Munir sudah terlihat lemas dan mengonsumsi mie goreng yang telah diberikan racun, bukan orange juice. Pramugari, Yetty sebagai saksi kunci juga telah menerangkan memberikan mie goreng saat penerbangan dari Jakarta ke Singapura. Disana bisa dilihat indikasinya Munir diracuni,” paparnya.

Untuk diketahui, pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hakim menjatuhkan vonis bersalah pada Pollycarpus dan hukuman 14 tahun penjara atas kejahatannya. Di tingkat banding, hakim menguatkan putusan pengadilan pertama tersebut. Namun, saat Polly mengajukan kasasi ke tingkat MA, Polly diputuskan bebas dari hukuman itu.

Tetapi, pengajuan PK oleh jaksa penuntut kemudian justru menghasilkan hukuman seberat 20 tahun penjara terhadap pilot Garuda itu. Akan tetapi, setelah mengajukan PK kembali, hukuman Polly dikurangi lagi menjadi 14 tahun lagi, setelah MA menerima PK Polly.

Artikel ini ditulis oleh: