Kasus Lahan RS Sumber Waras (Aktual/Ilst.Nlsn)

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah berancang-ancang untuk melanjutkan penyelidikan dugaan korupsi pengadaan tanah Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, KPK tengah mengatur agenda pertemuan dengan pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kalau ditanya apakah sudah ada koordinasi, ini sedang dicari waktunya. Jadi saya sampaikan bahwa kami sedang melakukan koordinasi dengan BPK terkait hal ini,” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Senin (5/12).

BPK merupakan pihak yang memiliki berbagai data dan informasi terbaru yang diperlukan KPK untuk melanjutkan penyelidikan pengadaan yang bernilai lebih dari Rp 700 miliar.

Menurut Yuyuk, jika data-data yang diperlukan sudah dikantongi, KPK bisa segera melanjutkan penyelidikan dugaan korupsi pengadaan tanah RS Sumber Waras. KPK membuka peluang kemungkinan memeriksa pihak-pihak terkait dalam waktu dekat. Namun semua itu dilakukan setelah KPK melakukan pertemuan dengan BPK.

“Data terbarunya pun baru akan dikonsolidasikan antara BPK dengan KPK,” jelasnya.

Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya menegaskan pihaknya belum menghentikan penyelidikan dugaan korupsi pengadaan tanah RS Sumber Waras. Keputusan KPK ini disambut baik oleh pihak BPK. BPK mengaku telah mendapatkan data dan informasi terbaru terkait pengadaan lahan RSSW dan siap menyerahkannya ke KPK.

“Penyelidikan kasus Sumber Waras belum dihentikan. Saya dapat info soal fakta baru (dari BPK) kasus Sumber Waras. Makanya BPK mau ketemu KPK,” ungkap Agus di Jakarta, Kamis (1/12).

Sekadar mengingatkan, pengadaan tanah RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI rampung pada akhir Desember 2014 silam. Untuk pengadaan tanah seluas 3,6 hektar itu, Pemprov DKI harus menggelontorkan dana sebesar Rp 775 miliar.

Rinciannya, Rp 37 miliar untuk pembayaran pajak peralihan hak, Rp 717 miliar untuk pelepasan hak atas tanah 3,6 hektar dari RS Sumber Waras ke Pemprov DKI.

Menurut hasil audit investigasi yang pertama kali dilakukan BPK, dari awal pengadaan tanah RS Sumber sudah melanggar beberagai aturan. Pelanggarannya pun terjadi sejak tahap perencanaan, penentuan harga, hingga penyerahan hasil.

Tak hanya BPK yang menyatakan bahwa pengadaan RS Sumber Waras itu menyimpang. Setidaknya, ada dua ahli hukum pidana yang berpandangan sama dengan Harry Azhar Cs.

Guru Besar hukum pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita misalnya, menekankan KPK harus menelurusi kemanakah keuntungan setelah Pemprov DKI membayar biaya peralihan hak tanah kepada RS Sumber Waras.

Pasalnya ada klausul bahwa Pemprov DKI memberikan tenggang waktu selama 2 tahun kepada pihak Yayasan RS Sumber Waras untuk mengosongkan tanah tersebut. Namun yang terjadi, RS Sumber Waras masih beroperasi meski Pemprov DKI telah melunasi pembayaran pengadaan.

“Kalau sekarang masih dikuasai, masalahnya siapa yang rugi? Siapa yang memanfaatkan hasil dari tanah itu? Pasti penjual. Kemana uangnya? Masuk ke negara-kah, karena sudah dilepaskan kepada negara? Atau masuk kantong pribadi-kah? Ini KPK harus telusuri,” ujar Romli, 12 April 2016 silam.

Ahli pidana Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menyoroti proses pengadaan lahan RSSW sebagaimana Surat Keputusan (SK) Tim Kajian yang dibuat tanggal mundur atau backdate.

“Informasi yang saya terima, sejumlah dokumen dalam proses pengadaan tanah dimaksud, dibuat setelah Akta pelepasan hak ditandatangan. Jadi, dokumen-dokumen tersebut dibuat backdate, yang menggambarkan adanya perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana korupsi,” ucapnya.

(Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid