“Sebelum gempa dan tsunami menerjang, tempat ini sangat ramai, sebab gudang dan ruko juga ada pelabuhan. Namun sekarang bapak-bapak lihat sendiri, bagaimana ganasnya gempa dan stunami merobek-robek bangunan hanya dalam beberapa menit saja,” ujar Ashar.
Ia pun menceritakan kenangan pahit bagaimana warga di kawasan perniagaan di Kabupaten Donggala itu menghadapi maut ketika gempa berkekuatan 7,4 magnitude menggoyang daerah itu.
“Petang itu, kami bersiap-siap melaksanakan shalat Magrib. Namun, tiba-tiba terjadi gempa yang cukup kuat sehingga warga langsung berhamburan keluar rumah. Suasana semakin mencekam saat air laut bermuruh kemudian menerkam bangunan yang ada di sekitar sini,” ucapnya.
“Kalau di kawasan ini, Alhamdulillah tidak ada warga yang meninggal, tetapi di Labuan Bajo banyak. Walaupun tidak ada yang meninggal tetapi rumah kami hancur sehingga kami terpaksa mengungsi di kawasan Pekuburan Cina,” tutur Ashar.
Tak jauh berbeda dengan kisah pilu warga yang berada di Kompleks Pergudangan Pelabuhan Donggala juga dirundung duka yang sangat mendalam.
Ada sekitar 24 warga, umumnya perempuan dan anak-anak di kawasan itu sudah ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa dan 13 orang lainnya masih belum diketahui nasibnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara