Senada dengan Wia, warga Donggala lainnya yang terpaksa harus mengungsi di di halaman Kantor Pengrajin Tenun Donggala, Kecamatan Benawa Tengah juga mengaku sangat trauma dengan bencana yang menerjang kawasan itu.

Dia bersama ratusan warga dari tiga desa yang mengungsi, yakni, Desa Limboro, Tiale dan Desa Mekar Baru Kecamatan Banawa Tengah harus tidur di alam terbuka bersama puluhan anak-anak pascagempa dan tsunami.

“Kami sangat membutuhkan selimut, makanan, perlengkapan bayi dan air bersih. Kalau mau mandi, terpaksa kami harus ke sungai,” kata Siti Khadijah.

Di tempat Khadijah mengungsi, puluhan tenda yang terbuat dari alat seadanya didirikan di kawasan kantor pengrajin tenun Donggala tersebut. Selain orang tua, di tenda-tenda darurat itu juga terdapat bayi dan anak-anak. Mereka terlihat tidur dengan beralaskan alat seadanya.

Para warga yang mengungsi di tempat itu juga terpaksa berdiri di sepanjang jalan poros yang menghubungkan Kota Palu Sulteng dengan Pasangkayu Sulbar untuk meminta bantuan setiap pengendara.

Bahkan, saat wartawan mendatangi tenda-tenda mereka, para warga tersebut langsung berteriak meminta bantuan. “Bantuannya, Pak. Tolong perhatikan juga kami disini karena kami juga sangat membutuhkan bantuan,” teriak warga di setiap tenda.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara