Sejumlah aparat TNI membuat barikade untuk menutupi pagar yang jebol di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (29/8/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi

Surat imbauan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta kepada 37 stasiun televisi menuai kontroversi di tengah maraknya aksi demonstrasi menolak kekerasan aparat. Melalui Surat Nomor 309/KPID-DKI/VII/2025, KPID meminta lembaga penyiaran tidak menyiarkan liputan demonstrasi yang menampilkan kekerasan secara berlebihan.

Isi surat tersebut terdiri dari empat poin, antara lain meminta agar televisi menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, tidak bersifat provokatif, serta membangun suasana yang sejuk dalam menayangkan aksi massa.

Beredarnya surat itu di media sosial langsung memicu perbincangan publik yang menilai KPID berupaya membatasi arus informasi terkait demonstrasi.

Namun Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menepis anggapan adanya pembatasan. Menurutnya, KPI justru mendorong lembaga penyiaran tetap menayangkan informasi secara akurat dan berimbang.

“Kami menghormati penuh lembaga penyiaran untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat karena ini menjadi hak asasi yang dilindungi oleh undang-undang,” ujar Ubaidillah dalam keterangan tertulis, Jumat (29/8).

KPI, kata dia, hanya mengingatkan agar penyiaran tetap berpegang pada Undang-Undang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), serta aturan perundangan lain.

“Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan akses informasi, termasuk soal demonstrasi. Yang kami tekankan hanyalah profesionalisme dan tanggung jawab dalam penyiaran,” imbuhnya.

Gelombang aksi sendiri terus meluas di Jakarta dan sejumlah daerah. Di ibu kota, massa terbagi di tiga titik utama, yaitu Mabes Polri, Polda Metro Jaya, dan Mako Brimob.

Aksi-aksi ini merupakan respons atas tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan, yang dilindas kendaraan taktis Brimob di kawasan Pejompongan, Kamis (28/8/2025) malam.

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto