Jakarta, aktual.com – Putra sulung mantan Presiden BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie (IAH) dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (bjb).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan keterangan Ilham dibutuhkan penyidik untuk menelusuri aliran dana non-budgeter yang dikelola bank bjb.
“(Dana itu) digunakan oleh siapa, untuk apa, ini kan kemudian didalami dari pihak-pihak yang dipanggil dilakukan pemeriksaan oleh KPK,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (25/8/2025).
Menurut Budi, Ilham Habibie dipanggil karena diduga mengetahui sejumlah hal penting terkait perkara korupsi di bank bjb. Pemanggilan ini, kata dia, serupa dengan pemanggilan selebgram Lisa Mariana yang sebelumnya juga diminta keterangan oleh penyidik.
“Sama halnya dengan saudari LM, tentu keterangan dan informasi dari saudara IAH ini juga sangat dibutuhkan dan tentunya sangat membantu penyidik KPK untuk kemudian bisa secara holistik ya, bisa secara lengkap menelusuri dan melacak aliran-aliran dana non-budgeter dalam konstruksi perkara ini,” tandasnya.
Sebelumnya, KPK telah menjadwalkan pemanggilan Ilham pada Jumat (22/8/2025). Namun, ia berhalangan hadir karena memiliki agenda lain yang sudah terjadwal. KPK memastikan akan kembali menjadwalkan ulang pemeriksaan tersebut.
Kasus dugaan korupsi di bank bjb ini mencuat setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi penyimpangan dana iklan sebesar Rp28 miliar. Dalam laporan yang diterbitkan Maret 2024, bank bjb diketahui mengalokasikan anggaran belanja iklan sebesar Rp341 miliar melalui enam perusahaan agensi perantara. Namun, nilai yang diterima media jauh lebih kecil dibandingkan anggaran yang dialokasikan bank.
Atas temuan tersebut, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, termasuk eks Direktur Utama bank bjb Yuddy Renaldi. Empat tersangka lainnya yakni Widi Hartono (WH) selaku pimpinan divisi corsec bank bjb, serta tiga pengendali agensi, masing-masing Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendri (S), dan Sophan Jaya Kusuma (SJK).
KPK menduga, praktik korupsi ini menimbulkan kerugian negara sekitar Rp222 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano

















