Jakarta, aktual.com – Pembentukan Komite Percepatan Reformasi Polri menuai tanda tanya besar dari publik dan pengamat. Yusuf Sahide, Direktur Eksekutif KPK Watch menilai masuknya Kapolri Listyo Sigit sebagai anggota komite “seperti bunuh diri kelas” bagi proses evaluasi
Menurut Yusuf, kapolri aktif tidak seharusnya ikut mengevaluasi institusinya sendiri karena berpotensi bias. Ia menyebut, “Seharusnya Kapolri membuka pintu saja, bukan ikut duduk sebagai evaluator.”
Komite yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 122/P Tahun 2025 awalnya direncanakan beranggotakan sembilan orang. Namun jumlah itu berubah menjadi sepuluh bahkan disebut bisa bertambah menjadi sebelas.
Untuk Kluster polisi sendiri diisi nama-nama seperti Listyo Sigit Prabowo, Idham Azis, Badrodin Haiti, serta Ahmad Dofiri yang kini menjadi penasihat khusus presiden.
Yusuf menegaskan perubahan jumlah anggota menimbulkan kebingungan publik tentang dasar pertimbangan yang digunakan. Meski begitu ia masih meyakini Presiden Prabowo memiliki niat kuat mendorong perbaikan internal Polri.
Kekecewaan muncul karena komite dibentuk untuk mengevaluasi sistem Polri secara menyeluruh, termasuk etika dan penegakan hukum. “Bagaimana mungkin orang yang dievaluasi turut mengevaluasi dirinya sendiri,” ujar Yusuf.
Yusuf juga menilai posisi Kapolri yang hampir lima tahun menjabat perlu dievaluasi demi regenerasi yang sehat. Ia menilai masa jabatan yang terlalu panjang dapat memunculkan kecenderungan membangun klan dan budaya patrimonial.
Ia menekankan bahwa reformasi Polri harus menyentuh aspek SDM, rekrutmen, pendidikan, hingga rotasi jabatan. Reformasi juga harus memastikan pengawasan eksternal berjalan efektif agar praktik backing dan konflik kepentingan dapat dihentikan.
(Muhammad Maidan)
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















