Ketua MPR Zulkifli Hasan dicecar pertanyaan oleh wartawan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/9). Wakil Ketua Majelis Pembina Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) itu diperiksa KPK sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Selatan Tahun Anggaran 2018 dengan tersangka Gilang Ramadhan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan belum melaporkan harta kekayaannya pada 2018.

KPK pada Senin (14/1) merilis kepatuhan wajib lapor harta kekayaan legislatif tingkat pusat. Terdapat dua wajib lapor dari MPR di mana sebesar 50 persen yang telah melaporkan harta kekayaannya.

“Di MPR itu hanya dua, karena sebagian besar masuk di DPR RI, hanya pimpinan tertinggi saja,” kata Plt Direktur LHKPN Kunto Ariawan di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Adapun dua wajib lapor di MPR itu adalah Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua MPR EE Mangindaan.

“Kan ada dua EE Mangindaan sama Zulkifli Hasan, tinggal dicek saja yang sudah melaporkan itu EE Mangindaan, satunya yang belum ya itu. Kan hanya ada dua ketua sama wakilnya,” ucap Kunto.

Selain MPR, KPK juga merilis tingkat kepatuhan legislatif tingkat pusat antara lain DPR, DPD, dan DPRD.

Untuk DPR dari 536 wajib lapor hanya 21,42 persen yang telah melaporkan harta kekayaannya.

“Yang DPR agak mengejutkan kita karena dulunya baik sudah 90 sekian persen 98 kalau tidak salah yang masih manual, kita juga sudah buka klinik e-LHKPN khusus di gedung DPR ternyata penyampaiannya elektroniknya (e-LHKPN) hanya 21 persen,” ucap Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam kesempatan sama.

Selanjutnya, DPD dari 80 wajib lapor terdapat 57,5 persen yang melaporkan harta kekayaannya.

Terakhir, DPRD dari 15.229 wajib lapor sebesar 28,77 persen yang telah melaporkan kekayaannya.

Untuk diketahui, KPK menginformasikan bahwa terdapat 64,05 persen wajib lapor yang melaporkan harta kekayaan pada 2018 melalui aplikasi e-Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (e-LHKPN).

Angka tersebut menurun dibandingkan pelaporan pada 2017 sebesar 78 persen yang masih menggunakan sistem manual.

“Dulu lagi zaman kertas, kita rata-rata nasional sudah 78 persen tetapi begitu elektronik malah 64 persen itu juga juga 46 ribunya terlambat. Jadi, kita pikir katanya dulu susah begitu digampangin malah kepatuhannya rendah,” ucap Pahala.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa data yang disampaikan KPK itu merupakan pelaporan harta kekayaan di tahun 2018 untuk kekayaan selama 2017.

“Jadi, kekayaannya di tahun 2017 yang wajib dilaporkan pada tahun 2018,” kata Febri.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin