Padahal kondisi buruh sekarang ini, disebut dia, sangat terpuruk daya belinya. Ini dibuktikan dengan tutupnya beberapa perusahaan di industri ritel, keramik, pertambangan, dan garmen.

Selama ini, menurut dia, penutupan perusahaan tersebut bukan karena persoalan upah minimum, tetapi lebih karena lesunya perekonomian nasional dan menurunnya daya beli. Kalau upah minimum padat karya makin murah, maka daya beli makin menurun lagi. Konsumsi juga akan ikut menurun.

“Tercium sekali ‘bau sangit’ kepentingan pengusaha industri padat karya. Pemeritah tunduk pada pemilik modal tanpa memperhatikan kesejahteraan buruh, bahkan ikut menakuti-nakuti buruh dengan PHK besar-besaran jika upah minimum padat karya tidak diberlakukan,” kecam dia.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka