Jakarta, Aktual.com — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (IDX: GIAA) membukukan laba bersih tahun berjalan (net income year to date) sebesar 51,4 juta dolar hingga kuartal ketiga tahun ini.

Laba bersih itu meningkat sebesar 123,4 persen dibanding periode sama tahun lalu yang mengalami kerugian sebesar 220,1 juta dolar AS.

“Garuda berhasil meningkatkan pendapatan usaha (total revenues) dari 2,831 miliar pada 2014 (Januari-September) menjadi 2,845 miliar dolar AS pada perode yang sama di 2015,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia M Arif Wibowo di Jakarta, Jumat (23/10).

Sementara beban usaha (total expenses) berhasil diturunkan dari 3,08 miliar dolar AS menjadi 2,72 miliar dolar AS.

“Peningkatan kinerja Perseroan dapat dicapai berkat penerapan strategi pengembangan bisnis melalui program ‘Quick Wins’, serta melalui disiplin efisiensi biaya ketat yang dilaksanakan secara berkelanjutan sejak awal tahun 2015,” tuturnya.

Arif yang juga Ketua Umum INACA itu menjelaskan bahwa pencapaian tersebut terjadi saat industri penerbangan tengah menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perlambatan perekonomian hingga beberapa kondisi “force majeure” atau bencana alam, seperti erupsi gunung berapi dan gangguan kabut asap.

Mengenai pengembangan jaringan penerbangan yang dilaksanakan secara berkelanjutan, mantan Dirut Citilink Indonesia itu mengatakan, Garuda Indonesia Group (termasuk Citilink) berhasil mengangkut sebanyak 24,55 juta penumpang pada sembilan bulan terakhir (Januari-September 2015), atau meningkat sebesar 17,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2014, yaitu sebanyak 20,89 juta penumpang.

Garuda Indonesia sendiri pada kuartal 3 tahun 2015 ini mengangkut sebanyak 17,69 juta penumpang (terdiri dari 14,51 juta penumpang domestik dan 3,18 juta penumpang internasional), sedangkan pada periode yang sama tahun 2014 mengangkut sebanyak 15,56 juta penumpang.

Sementara itu, Arif mengatakan anak perusahaan, Citilink Indonesia mengangkut 6,87 juta penumpang pada Januari-September 2015, meningkat sebesar 28,8 persen dibanding periode yang sama tahun 2014 sebanyak 5,33 juta penumpang.

Dia menambahkan frekuensi penerbangan Garuda Indonesia dan Citilink di sektor domestik dan internasional meningkat dari 165,642 penerbangan pada kuartal 3 tahun 2014 menjadi 186,105 penerbangan pada periode yang sama di 2015.

“Di samping itu, kapasitas produksi (Availability Seat Kilometer/ASK) meningkat dari 36,9 miliar (2014) menjadi 38,75 miliar pada 2015,” paparnya.

Arif mengatakan pihaknya juga berhasil meningkatkan tingkat isian penumpang (Seat Load Factor/SLF) menjadi 77,3 persen pada 2015 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 70,7 persen.

Sedangkan, lanjut dia, tingkat ketepatan penerbangan (OTP) pada 2015 mencapai 88,2 persen, dengan utilisasi pesawat sebesar 09:11 jam.

Di samping itu, Arif mengatakan Garuda Indonesia juga berhasil meningkatkan pangsa pasar baik di pasar domestik maupun internasional.

Pada kuartal 3 tahun 2015, “market share” Garuda Indonesia di pasar domestik meningkat menjadi 44 persen, dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 37 persen.

“Sementara itu, market share di pasar internasional pada Januari – September 2015 mencapai 28 persen, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 22 persen,” tambahnya.

Hingga kini Garuda Indonesia Group mengoperasikan sebanyak 181 pesawat terdiri dari delapan pesawat Boeing 777-300ER, 22 pesawat Airbus A330-200/300, dua pesawat Boeing 747-400, 10 pesawat ATR72-600, 15 pesawat Bombardier CRJ1000 NextGen, 88 pesawat Boeing 737-300/500/800NG, dan 36 pesawat Airbus A320, dengan rata-rata usia pesawat 4,7 tahun.

Pada akhir 2015, Garuda Indonesia Group akan mengoperasikan 187 pesawat (143 pesawat Garuda Indonesia dan 44 pesawat Citilink), dengan rata-rata usia 4,3 tahun.

Dia mengatakan sebagai strategi untuk mengantisipasi efek dari melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, sejak kuartal I tahun 2015 ini Garuda Indonesia melakukan kerja sama lindung nilai (hedging) melalui transaksi “Cross Currency Swap” dengan beberapa bank, atas obligasi Rupiah ke mata uang dolar AS senilai total Rp2 triliun.

“Melalui pelaksanaan transaksi ‘Cross Currency Swap’ tersebut kami dapat menghindari atau mengurangi risiko melonjaknya biaya operasional jika dibayar dalam mata uang Rupiah karena pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar AS,” imbuhnya.

Dia mengatakan hal itu mengingat biaya operasional penerbangan seperti pembelian spare parts, perawatan serta sewa pesawat dibayarkan dalam mata uang dollar AS.

Perusahaan masih melihat perkembangan pasar di mana pada saat yang tepat akan melakukan kegiatan lindung nilai dan “Cross Currency Swap” kembali terhadap “leverage” Rupiah-nya, ujarnya.

Hal itu, menurut dia, merupakan bagian dari manajemen risiko perusahaan yang dijalankan berdasarkan prinsip kehati-hatian.

“Pelaksanaan secara rutin transaksi lindung nilai terhadap ‘exposure’ penerimaan rupiah dan biaya dolar serta bahan bakar, menambah kinerja manajemen resiko di tengah kondisi perekonomian yang melemah baik di level global, regional maupun nasional,” tukasnya.

Di samping itu, lanjut dia, sebagai upaya memberikan ruang bagi Garuda Indonesia untuk mendapatkan sumber pendanaan baru dengan “cost financing” yang lebih kompetitif, pada bulan Mei 2015 lalu Garuda melaksanakan penerbitan Global Sukuk senilai 500 juta dolar AS dengan jangka waktu lima tahun sebesar 5,95 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka