Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat TIK berupa laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022, Nadiem Makarim, menyapa awak media di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (14/10/2025). ANTARA/Nadia Putri Rahmani
Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat TIK berupa laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022, Nadiem Makarim, menyapa awak media di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (14/10/2025). ANTARA/Nadia Putri Rahmani

Jakarta, aktual.com – Kuasa hukum Nadiem Makarim, Tabrani Abby, mengungkap isi percakapan dalam grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” yang sempat menjadi sorotan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Ia menjelaskan, grup tersebut memang sudah ada sebelum Nadiem dilantik sebagai menteri, namun baru dibentuk setelah adanya komunikasi antara Nadiem dan Presiden Jokowi terkait penunjukannya sebagai Menteri Pendidikan.

Tabrani mengatakan, grup itu dibuat untuk menampung gagasan tentang peningkatan mutu pendidikan melalui teknologi. Menurutnya, isi percakapan dalam grup hanya seputar pertukaran ide dan strategi kebijakan pendidikan, tanpa ada pembahasan mengenai Chromebook.

“Grup itu hanya untuk bertukar gagasan sebenarnya, apa yang harus dipersiapkan sebelum dan sesudah diangkat sebagai menteri,” kata Tabrani Abby di kantor MR & P Law Office, Jakarta Selatan, Senin, 27 Oktober 2025.

Ia menjelaskan, topik yang dibahas lebih banyak berkaitan dengan arah kebijakan pendidikan, penggunaan data PISA (Programme for International Student Assessment), serta kemungkinan pemanfaatan tablet dari dana BOS bila Nadiem resmi menjabat. “Konteksnya bagaimana meningkatkan pendidikan dengan menggunakan teknologi,” ujarnya.

Tabrani menegaskan tidak ada niat jahat di balik pembentukan grup tersebut. Grup WhatsApp itu dibuat pada Agustus 2019, sedangkan pelantikan Nadiem sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berlangsung pada 23 Oktober 2019.

“Di WA itu sebenarnya kami punya ada seribu lembar lebih ya percakapan itu yang terecord yang sempat kami print, tidak ada satu pun menyebut Chrome atau Chromebook,” katanya.

Ia menambahkan, pembahasan soal Chromebook baru muncul pada 6 Mei 2020, setelah Nadiem resmi menjadi menteri. Ia juga menyebut anggota grup terdiri dari sejumlah tokoh di bidang pendidikan dan teknologi, seperti Jurist Tan dan Fiona Handayani yang kemudian menjadi staf khusus Mendikbudristek, serta Najelaa Shihab dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK).

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam konferensi pers pada 15 Juli 2025 menyatakan grup “Mas Menteri Core Team” digunakan Nadiem untuk membahas program digitalisasi pendidikan, termasuk pengadaan Chromebook, padahal saat itu ia belum resmi menjadi menteri. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar, mengatakan keputusan mengenai Chromebook disebut muncul dalam rapat daring pada 6 Mei 2020.

“Sedangkan saat itu pengadaan belum ada,” kata Qohar.

Menanggapi hal itu, Tabrani menegaskan kembali bahwa grup tersebut dibuat jauh sebelum munculnya pembahasan tentang pengadaan laptop. “Sebenarnya ini sudah beberapa kali disampaikan juga dalam media mainstream oleh Pak Nadiem. Bahwasannya WA Group itu dibuat sebelum Pak Nadiem menjadi Menteri,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa grup itu sempat beberapa kali berganti nama sebelum akhirnya disebut “Menteri Core Team”. Grup dibuat pada 28 Agustus 2019 sebagai wadah untuk membahas ide dan konsep teknologi pendidikan jika Nadiem dipercaya menjadi menteri.

“Saya mau tegaskan, bahwasannya, WA Group itu dibuat untuk mendiskusikan ide dan gagasan tentang penggunaan teknologi di bidang pendidikan,” ucapnya lagi.

Selain inovasi teknologi, grup tersebut juga menyinggung kebijakan zonasi, pelaksanaan PISA, serta peningkatan kesejahteraan guru. Sementara pembahasan soal Chromebook baru terjadi ketika pandemi COVID-19, saat pemerintah mencari perangkat yang cocok untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.

Dalam kesempatan itu, Tabrani juga membantah klaim Kejaksaan Agung mengenai kerugian negara sebesar Rp1,98 triliun. Ia mengatakan pihaknya belum mengetahui asal-usul pasti dari angka tersebut.

“Sebenarnya dari kami sendiri belum tahu angka Rp1,98 triliun persisnya dari mana. Kalau dari pemberitaan itu kan (asalnya) dari pengadaan CDM, kedua dari kelebihan biaya pengadaan laptopnya,” ujarnya.

Ia menambahkan, hingga kini tim kuasa hukum belum menerima laporan hasil pemeriksaan resmi dari BPKP mengenai nilai kerugian negara. “Jadi, kalau ditanya berapa kerugiannya, kami juga belum tahu ya. Yang kami memang tahu, saat ini kerugian itu sedang dihitung oleh BPKP,” katanya.

Kasus pengadaan Chromebook ini bermula dari program digitalisasi pendidikan senilai Rp9,3 triliun untuk pengadaan 1,2 juta unit laptop. Program tersebut bertujuan mendukung pembelajaran jarak jauh di sekolah, namun menuai kritik karena masih bergantung pada jaringan internet yang belum merata.

Kejaksaan Agung menyebut negara merugi Rp1,98 triliun dan telah menetapkan lima tersangka, yaitu mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, mantan staf khusus Jurist Tan, konsultan teknologi Ibrahim Arief, Direktur SMP periode 2020–2021 Mulyatsyah, dan Direktur SD periode yang sama Sri Wahyuningsih.

Penulis: Achmad

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi