Jakarta, Aktual.co —Adalah Antonio Ladezma. Pejabat Wali Kota daerah metropolitan Caracas, Venezuela.
Secara mengejutkan, pada 19 Februari lalu, dia ditangkap, digiring oleh beberapa polisi seperti seorang pesakitan. Dia ditangkap tanpa ada perlawanan ketika istrinya ada disampingnya.
Setelah penangkapan itu, pemerintah Venezuela menjelaskan dihadapan pers bahwa ada bukti rekaman hasil sadapan intelijen bahwa Wali Kota Ladezma berencana melakukan kudeta terhadap Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Rekaman dua menit itu sudah dianggap sangat cukup sebagai bukti bahwa Wali Kota yang pernah dinobatkan sebagai Wali Kota terbaik se dunia pada 2010 lalu itu terancam dibui.
Pemerintahan Maduro menyebut, berdasarkan data intelijen yang dia peroleh, bahwa kendali Amerika Serikat ada dibelakang Wali Kota yang juga salah satu tokoh dibalik upaya kudeta yang gagal terhadap Presiden sebelum Maduro, Hugo Chavez beberapa saat lalu.
Namun, ada yang aneh kali ini. Kegagalan rencana kudeta oleh AS kali ini disikapi keras oleh Obama dengan mengeluarkan sebuah Executive Order yakni “Venezuela Executive Order”. Isunya soal sanksi dan hukuman AS terhadap Venezuela.
Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, mengatakan seperti ini: “Venezuelan officials past and present who violate the human rights of Venezuelan citizens and engage in acts of public corruption will not be welcome here, and we now have the tools to block their assets and their use of US financial systems.”
Ya. Isu yang dipakai tetap. Bahwa masalah HAM dan korupsi di Venezuela sangat mengganggu AS. Oleh karena itu, AS akan memberi sanksi buat Venezuela.
Sekadar catatan, ada beberapa upaya kudeta yang digagalkan oleh intelijen dan militer dibawah pemerintahan Maduro setelah Presiden Hugo Chaves meninggal. Isu kudeta di Venezuela selalu menunggangi isu inflasi yang meroket disana, isu korupsi pejabat, isu kesejahteraan, kerusuhan sosial dan demonstrasi anti pemerintah.
Lalu mengapa AS (baca Obama) sangat marah dan sampai mengeluarkan Executive Order yang menghebohkan itu? Jawabannya singkat, pada Januari lalu, Putin dan Maduro bertemu. Dua negara yang memiliki potensi migas terbesar di bumi ini sepakat untuk kerjasama untuk keluar dari tekanan rendahnya harga minyak global akibat konspirasi AS dan Arab Saudi.
Skenario Venezuela dan Russia ini bisa dianggap akan memutus rencana AS untuk mendestabilisasi kawasan Amerika Latin. Harus dingat, sampai saat ini Venezuela adalah motor penggerak bersatunya Amerika Latin melawan hegemoni AS di kawasan Amerika Latin.
Revolusi Bolivarian yang didengungkan Hugo Chaves telah merubah secara dramatik model kebijakan internasional Venezuela. Dengan potensi migasnya, Chaves mampu merangkul dan memimpin solidaritas gerakan negara-negara Amerika Latin baru. Bantuan migas ke negara tetangganya (termasuk Kuba) berhasil “menyatukan” 11 negara di Amerika Latin.
Lewat organisasi The Bolivarian Alliance for the Peoples of Our America (ALBA) bergabunglah negara Antigua dan Barbuda, Bolivia, Kuba, Dominika, Ekuador, Grenada, Nikaragua, Saint Kitts and Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent, Grenadines dan Venezuela dalam sebuah kerjasama ekonomi saling menguntungkan antara negara Amerika Latin untuk keluar dari hegemoni ekonomi dan politik negara Asing seperti kanada, Inggris dan AS. Intinya, Amerika Latin ingin memiliki kedaulatan ekonomi dan politik yang sudah dirampas negara asing selama puluhan tahun itu.
Alhasil, ketika upaya kudeta Wali Kota Ladezma gagal maka beranglah AS dan sekutunya. Program destabilisasi kawasan negara Amerika Latin jadi terhambat karena Venezuela dapat ‘sokongan” penuh dari Rusia. Intinya, Amerika Latin masih belum bisa ditaklukkan.
Bahkan Presiden Kuba, Ekuador, Bolivia dan banyak Presiden dari negara lain mendukung secara penuh posisi Presiden Maduro dan mempertanyakan sanksi AS buat Venezuela. Mereka menganggap AS sudah keterlaluan.
Akan halnya, Wali Kota Ladezma yang banyak diperbincangkan akan menjadi pengganti Maduro kalau upaya kudetanya berhasil. Walau dia membantah dihadapan pers bahwa dia akan melakukan kudeta, toh beberapa bukti sudah cukup untuk membungkamnya. Bahkan cukup untuk dijerujibesikan.
Negara dan pemerintah Indonesia harus bercermin dari peristiwa ini.
Artikel ini ditulis oleh: