Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terus menggenjot pembangunan infrastruktur meski anggaran yang ada tidak mencukupi. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Ekonom Universitas Brawijaya (Unibraw), Candra Fajri Ananda berharap kepada pemerintahan untuk bisa meninjau kembali program pembangunan infrastruktur supaya hal ini bisa disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.

Ditengah tekanan daya beli yang kini dialami masyarakat, dia menyarankan sejatinya pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan pada sektor yang mampu memberi manfaat langsung dalam jangka waktu yang cepat.

“Jadi pilih-pilih kembali proyek yang efektif. Kalau infrastruktur kebanyakan imbasnya baru dirasa 5 hingga 10 tahun lagi. Mestinya itu ditunda dulu dan prioritaskan program yang mampu merangsang daya beli,” kata dia di Jakarta, ditulis Sabtu (25/11).

Oleh sebab itu kini, dia berpendapat negara sedang terseok-seok akibat beban utang walaupun kalau mengacu kepada batasan utang dalam Undangan-Undang, masih pada posisi yang relatif aman, namun jika mengacu perbandingan utang negara terhadap ekspor, telah melewati ambang batas.

“Utang kita dibanding PDB masih sekitar 27,6 persen, tapi kalau dibanding dengan ekspor posisinya 39 persen. Itu harusnya maksimum 20 persen, tapi kita sudah 39 persen. Artinya hasil ekspor kita belum bisa membiayai utang,” kata dia.

Untuk diketahui utang pemerintah pusat membengkak Rp 3.866,45 triliun per September 2017. Jumlah ini bertambah sebesar Rp 40,66 triliun dalam satu bulan dibandingkan dengan posisi per Agustus 2017 yang sebesar Rp 3.825,79 triliun.

 

 

Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs