Jakarta, Aktual.com – Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta Syarif mengungkapkan, daratan hasil reklamasi bernama Pulau G saat ini hanya tersisa 1,7 hektare dari lahan eksisting 10 hektare akibat abrasi.

“Pulau G itu rencana luasnya 161 hektare, sudah ada tanggul-tanggul tapi belum diisi urugan. Sekarang eksistingnya baru 10 hektare, malah sekarang tergerus ombak itu tinggal 1,7 hektare,” kata Syarif saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

Karena itu, Syarif mengaku kaget dengan terbitnya Pergub Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan Provinsi DKI Jakarta yang mencantumkan status dari berbagai pulau reklamasi termasuk Pulau G.

Pergub itu mengacu kepada Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabek dan Punjur).

“Karena eksistingnya baru 10 hektare dan sekarang berkurang tinggal 1,7 hektare karena dihempas gelombang,” kata Sekretaris Komisi Bidang Pembangunan itu.

Karena hal tersebut, kata Syarif, Anies menetapkan bahwa Pulau G menjadi zona ambang atau zona yang diambangkan pemanfaatan ruangnya. Kemudian penetapan peruntukan didasarkan pada kecenderungan perubahan/perkembangannya atau sampai ada penelitian/pengkajian mengenai pemanfaatan ruang yang paling tepat.

Namun karena Pulau G berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) harus diterbitkan lagi izinnya oleh Anies kepada pengembang PT Muara Wisesa Samudra untuk dilanjutkan sebagai kawasan permukiman.

“Perintahnya MA saat PK harus menerbitkan izin lagi, kan begitu. Pertimbangannya karena di situ ada gundukan dan tanahnya sudah terbentuk,” ujar Syarif.

Berdasarkan info yang diterima Syarif, pengembang diharuskan terlebih dahulu menyelesaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) secara kumulatif, karena selama ini mereka hanya menyediakan Amdal secara parsial atau per pulau saja.

“Menteri Kelautan dan Perikanan itu ingin ada Amdal kumulatif yang bersifat regional atau berdampingan dengan pulau-pulau lain. Selama ini Amdal hanya per pulau, karena itu juga izinnya tidak lolos,” katanya.

Pulau G direncanakan memiliki luas 161 hektare sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta, yang diteken Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

Saat kepemimpinan berganti, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama memberikan izin kepada pengembang untuk membangun pulau reklamasi yang tercantum dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Ketika DKI Jakarta dipimpin Anies Baswedan, kebijakan ini reklamasi berubah. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI itu mencabut izin proyek reklamasi pada tahun 2018.

Pengembang mengajukan permohonan perpanjangan izin pada 2019, namun Pemerintah DKI Jakarta tidak mengeluarkannya. Akibatnya pengembang menggugat Pemerintah DKI ke PTUN Jakarta.

Gugatan ini akhirnya sampai pada Peninjauan Kembali (PK) di MA dan Pemerintah Provinsi DKI dinyatakan kalah. MA memerintahkan Anies untuk menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G.

Sikap Anies yang mengeluarkan Pergub RDTR WP dengan menetapkan zona ambang yang diproyeksikan untuk permukiman, dinilai Syarif, konsisten dengan janjinya yang menolak reklamasi. Anies tidak memperpanjang izin reklamasi Pulau G namun mengikuti aturan di atasnya.

“Pergub atau Perkada (Peraturan Kepala Daerah) yang dikeluarkan Anies sudah sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang memesankan kepala daerah harus bertindak sesuai legalitas,” katanya.

Selain itu, kata dia, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 dan UU Omnibus law (UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja).

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: As'ad Syamsul Abidin