Jakarta, Aktual.com — Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti mengungkapkan biaya penanganan hingga pemulihan krisis keuangan di Indonesia bisa mencapai 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“PDB kita sekarang Rp11 ribu triliun, jika 60 persennya jadi Rp6.600 triliun itu keluar untuk restrukturisasi perbankan. Itu sangat mubazir,” kata Destry di Jakarta, Senini (4/4).
Biaya penanganan tersebut banyak dialokasikan untuk restrukturisasi perbankan yang menjadi jantung perekonomian.
Perkiraan biaya 60 persen dari PDB tersebut, kata Destry, berasal dari kajian dalam penanganan krisis keuangan sebelumnya.
Dengan telah disahkannya UU PPKSK tersebut, kata Destry, setidaknya Indonesia memiliki struktur dan kerangka penanganan krisis yang jelas.
Namun, penerapan PPKSK juga harus didahului dengan perubahan Undang-Undang yang mengatur Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS.
Perubahan UU yang mengatur tiga otoritas keuangan itu agar masing-masing lembaga dapat berperan sesuai yang diatur dalam UU PPKSK.
“Akan ada amandemen penyempurnaan, banyak detail yang belum masuk PPKSK. Jadi akan didetilkan di Undang-Undang masing-masing,” kata Destry.
Adapun salah satu upaya penguatan pencegahan adalah prioritas perhatian para otoritas kepada bank sistemik dan bank yang berdampak sistemik.
Bank sistemik dan berdampak sistemik, kata Destru, antara lain, bisa dikategorikan berdasarkan indikator kapasitas bank baik dari permodalan, himpunan Dana Pihak Ketiga, penyaluran kredit, dan lainnya.
Kemudian indikator lainnya adalah interkoneksi dengan lembaga keuangan lain dan kompleksiitas perbankan tersebut.
Namun, ditegaskan Destry, bank sistemik akan dtetapkan OJK berkoordinasi dengan BI.
“Datanya pun akan dimutakhirkan satu kali dalam enaml bulan,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka