“Akibat perubahan strategi tersebut, persepsi masyarakat terhadap kemudahan berusaha di AS itu jadi lebih positif. Sementara di negara lain terutama negara berkembang, persepsi risikonya kalah. Secara persepsi kita kurang menarik,” ujar Halim.
Dampaknya, lanjut Halim, terjadi arus modal kembali ke AS. Indonesia pun termasuk negara yang terkena imbasnya. “Ini sudah sekitar Rp150 triliun keluar dari Indonesia selama Januari sampai dengan Juli,” kata Halim.
Ia menambahkan, akibat kembalinya modal ke AS tersebut, nilai tukar Dolar AS pun menguat terhadap hampir seluruh mata uang di dunia. Namun Indonesia relatif masih terkendali sebab dianggap fundamental ekonominya masih baik.
“Karena orang banyak pegang dolar dan itu dirasakan di Indonesia, Turki, dan Brazil. Namun kita beruntung karena Indonesia dianggap fundamentalnya masih baik. Rupiah melemah tapi tidak separah di Turki, Brazil, dan Afrika Selatan. Jadi kita masih relatif baik,” ujar Halim.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid