Jakarta, Aktual.co — PT Trans-Pacific Petrocemical Indotama atau sering disingkat TPPI belakangan ini banyak mencuat ke berbagai kalangan pengamat, DPR dan pemangku kepentingan sendiri. Namun, sebenarnya apa itu TPPI, fungsi dan perannya di sektor energi?
Dari data yang dimiliki Aktual, PT TPPI didirikan pada tahun 1995 dengan tujuan untuk membangun komplek kilang penghasil aromatics dan olefins terpadu pertama di Indonesia. Akibat krisis moneter yang menerjang Indonesia pada 1998, TPPI berada di bawah Tirtamas Majutama Group (TMG) yang memiliki kewajiban yang substansial kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang sekarang disebut PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Pemerintah melalui KSSK meminta PT Pertamina untuk terlibat dalam proses restrukturisasi TMG di BPPN dalam bentuk dukungan pembiayaan proyek TPPI dengan pola product Swap dilaksanakan dengan kewajiban pengiriman Low Sulphur Wax Residue (LSWR) oleh Pertamina. Sebagai kompensasi, Pertamina mendapatkan Middle Distilate Products (MDP) atau pembayaran tunai.
Selain itu, kompensasi lainnya, Pertamina diberikan hak pemegang saham 15 Persen, memperoleh hak atas tanah seluas 15 hektar yang direncanakan sebagai lokasi pembangun kilang Pertamina di Tuban. Pada operasional pertama di 2006, Pertamina diminta TPPI memasok kondensat Senipah untuk bahan baku produksi. Pembayaran kondensat senipah periode Desember 2007 sampai Januari 2008 sebanyak 4 kargo mengalami kemacetan, belum terbayar hingga sekarang.
Macetnya pembayaran tersebut membuat pertamina menghentikan sementara suplai kondensat ke TPPI. Akhirnya pada 2008 TPPI berhenti beroperasi. Namun, sejak pertengahan 2009, TPPI kembali beroperasi karena mendapatkan kondensat senipah langsung dari BP Migas.
Hingga saat kasus ini merebak pada 2010, kewajiban total TPPI kepada pertamina per tanggal 31 Desember 2010 mencapai USD548,1 juta.
Persetujuan pengiriman kondensat pertama kali dilakukan oleh Pertamina yang kala itu di bawah pimpinan Ari Soemarno. Saat itu, Presiden direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama, Honggo Wendratmo pada tanggal 28 agustus 2007 melayangkan proposal kepada PT Pertamina yang ditujukan langsung kepada Presiden Direktur Pertamina, Ari Soemarno.
PT TPPI mengajukan proposal pengantaran Senipah dan pembayaran Kerosene untuk mendukung perdagangan TPPI. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa PT TPPI memberikan apresiasi kepada PT Pertamina atas kerjasamanya bisa mendapatkan Trade Finance Facility (TFF) senilai USD345 juta dari konsorsium perbankan yang dipimpin UOB.
Fasilitas tersebut untuk memenuhi perjanjian Collateral Value Ratio (CVR) atau rasio nilai agunan pada level minimun 110 persen. Namun pada pelaksanaannya, di pasar terjadi perubahan harga kondensat dan petroleum yang mengakibatkan CVR jatuh dibawah 110 persen sejak agustus 2007.
Dalam dokumen disebutkan bahwa untuk menolong jatuhnya CVR, PT TPPI meminta bantuan Ari Soemarno selaku presiden direktur Pertamina antara lain seperti pertama, Pertamina menyediakan dua kargo senipah (loading 28 agustus dan 8 september 2007) dengan basis terbuka. Kedua, Pertamina membayar tunai lifting kerosene bulan agustus yang sebelumnya disepakati pada PDI.
Pertamina, dalam surat balasannya menyetujui untuk mengirim dua kargo senipah dengan 60 hari akun basis terbuka. Pertamina meminta, pertama Kondensat Senipah di harga ICP+USD3,20 plus alpha. Alpha yang dimaksud adalah USD0,5. Kedua, TPPI akan menyediakan 5.000 ton benzene setiap dua bulan untuk pertamina dan petral, dan ketiga, TPPI akan memberikan prioritas kepada pertamina atau petral untuk pembelian paraxylene.
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Mudzakkir berpendapat, langkah Polri dalam menelisik keterlibatan bekas presiden direktur PT Pertamina itu sudah baik. Apalagi, Polri menelisik keterlibatan itu penuh dengan kehati-hatian.
“Ini kan hanya soal teknik yang dilakukan Polri dalam menelisik keterlibatan yang bersangkutan (Ari Soemarno) dalam kasus yang saat ini diusut Polri, dan bisa berkembang kemanapun. Itu pasti lambat laun,” kata Mudzakkir ketika berbincang dengan Aktual.
Dia mengatakan, biasanya pihak Kepolisian dalam menelisik keterlibatan pelaku korupsi akan terlebih dulu melakukan pemeriksaan terhadap para saksi termasuk pihak terkait, yang mengetahui terjadinya korupsi itu. “Biasanya akan memanggil si pemberi dulu, jika disitu terjadi kongkalikong, nah dia akan diperiksa terlebih dulu, maka disitu akan terlihat.”
Artikel ini ditulis oleh:
Eka