Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah telah mencatat berbagai peristiwa mengejutkan, dimulai dengan keracunan massal yang menimpa ratusan siswa di beberapa daerah.
Sebanyak 220 siswa di Kupang, NTT menjadi korban setelah mengonsumsi menu MBG yang terkontaminasi. Insiden ini menambah daftar panjang masalah yang sudah terjadi sejak peluncuran program pada Januari 2025.
Sebelumnya, kasus serupa juga mewarnai beberapa wilayah lainnya, seperti Sukoharjo, Batang, dan Cianjur, yang menyaksikan keracunan massal akibat makanan dari program ini.
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris, menilai bahwa insiden-insiden ini menunjukkan adanya kelalaian serius dalam pengawasan dan pengelolaan MBG.
“Kasus keracunan yang terus terulang ini tidak memberikan pelajaran yang berarti bagi semua pihak untuk melakukan perbaikan,” kata Charles dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025).
Baca Juga: SOROTAN: Program Makan Bergizi Gratis, Ambisi Besar yang Belum Siap Disantap
Charles menegaskan bahwa keracunan yang terjadi bukanlah sekadar kesalahan statistik, melainkan ancaman nyata terhadap kesehatan anak-anak penerus bangsa.
“Ini bukan soal angka atau klaim keberhasilan program, tapi soal kesehatan generasi muda yang harus kita jaga,” katanya, menyoroti dampak jangka panjang dari masalah ini.
Lebih lanjut, Charles mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk segera bertindak tegas. Menurutnya, BGN harus mencabut izin dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terbukti lalai dalam penyediaan makanan yang aman dan sehat bagi siswa.
Baca Juga: Gizi Berujung Gawat, Keracunan Massal Siswa NTT Diduga dari Menu MBG
“Jangan tunggu lebih banyak korban berjatuhan,” tegasnya, memperingatkan bahwa kelalaian dalam pengawasan hanya akan memperburuk keadaan.
Charles juga mengkritik fokus program yang lebih mengutamakan jumlah penerima manfaat ketimbang kualitas makanan yang diberikan.
“Apa gunanya menjangkau lebih banyak orang jika yang disajikan justru tidak layak konsumsi dan berbahaya bagi kesehatan?” ujarnya, mengingatkan pentingnya menjaga kualitas program untuk memastikan kesejahteraan penerima manfaat.
Selain itu, Charles kembali menekankan pentingnya kolaborasi dengan BPOM dalam pengawasan. Dalam rapat bersama Komisi IX DPR, BGN, dan BPOM sebelumnya, telah disepakati bahwa BPOM harus aktif terlibat dalam pengawasan program di seluruh daerah.
Namun, hingga kini, keputusan tersebut tampaknya belum diimplementasikan secara maksimal. “Kesepakatan yang sudah dibuat dalam rapat resmi ini harus dijalankan,” dia memungkasi.
Artikel ini ditulis oleh:
Andry Haryanto

















