Melongoklah jauh ke Romawi. Masa sebelum Masehi. Era sebelum Isa Allaihisalam dilahirkan, abad 1 Masehi. Jauh sebelum Rasulullah Shallahuallaihi Wassalam juga muncul ke dunia, abad 7 Masehi. Disitulah Republik membahana.
Titus Livius (Livy), 17 M, sejarawan Romawi berkisah. Dia menulis kitabnya, ‘Ab Urbe Conditia Libri’. Catatan tentang Romawi dan orang-orang Romawi. Dari situlah kisah Republik terbaca. Tereksposkan tentang Romulus (753 SM), Raja pertama Romawi. Dia menyatukan rakyatnya di tepi Sungai Tiberias, Roma, dalam hukum dan agama. Tauhid menjadi kata kunci. Tapi kisah Romulus banyak dibelokkan sejarah. Seolah dia dibesarkan Srigala. Seolah dia digambarkan putera dari dewa Mars. Ini mitos untuk memelesetkan kisah Romulus yang sejatinya.
Romulus mendirikan Romawi. Dia menjadikan sekelompok kaum cerdik pandai sebagai penasehat kegiatannya sebagai raja. Itulah senator. Senator dari kalangan kelas tertentu, kaum kaya dan agama. Romawi kemudian membesar. Melebar dari Roma hingga belantara Eropa. Keturunan Romulus tergoda dunia. Mulailah Romawi berubah. Tak lagi Monarkhi yang ideal. Tirani kemudian membelenggu. Bak siklus Polybios berkisah.
Dari Monarkhi menuju Tirani. Keturunan Romulus memerintah hingga masa Raja Lucius Tarquinius Superbus. Selepas itu, datanglah seorang kuat dari kaum patrician. Dialah Lucius Junius Brutus. Ini bukanlah Brutus yang serupa dengan yang membunuh Julius Caesar. Bukan Brutus yang itu. Karena Brutus I di era 509 BC. Pembunuh Caesar itulah keturunannya, Marcus Junius Brutus. Tapi Brutus I inilah pendiri republik Romawi.
Brutus I menyingkirkan tirani keluarga raja sebelumnya. Dia mengasingkannya. Lalu Brutus mengambil alih Romawi. Dia membuat tatamodel baru, mengikuti apa yang disebut Plato, ‘republik’. Urusan umum. Atau urusan bersama. Masa itulah Romawi pantas disebut republik. Karena Brutus menjadikan senator sebagai partner kerjanya. Kaum tribune itulah yang dilayaninya. Itulah masa Romawi mengenal ‘virtue’. Ini bahasa lain dari futtuwa atau nobility. Inilah futtuwa yang dikenal dalam Islam.
Plato (360 SM) melontarkan republik. Sama halnya dengan Aristoteles. Politeia dari kata ‘polis’. Ini artinya kota. Tentang bagaimana kota yang ideal. Max Earnst, abad 19, menterjemahkan lukisannya menjadi “The Entire City”. Kota yang utuh. Itulah dari politeia. Kota yang diurus bersama-sama. Itulah ‘res publica’. Antara Raja, senator dan tribunal saling terkait. Tak ada jejak pemisah. Masa itulah yang diperankan Romawi masa Brutus I menjadi Raja. Republik Romawi yang sesungguhnya.
Lalu seperti kata siklus Polybios, Romawi kemudian berubah. Dari Monarkhi kembali menjadi tirani. Lalu menjadi aristokrasi. Makin besar imperium Romawi, makin berubah menjadi aristokrasi. Alhasil kekuasaan kemudian berubah di tangan individu. Kaisar memerintah dengan tangan besi. Senator tak lagi dianggap peduli. Republik Romawi pun kembali mengalami kemunduran. Hingga berlangsung menjelang era kejatuhan Julius Caesar. Dia merebut kekuasaan secara tak sah. Disitulah Marcus Brutus, cucu dari Julius Brutus, membunuh sang Caesar. Drama pembunuhan itu berlangsung di depan para Senator. Inilah kisah dramatis Romawi yang terobsesi hingga kini.
Lanjut halaman berikutnya…