Beranda Eksklusif Voice of Freedom Makna Republik

Makna Republik

Kebenaran berlandas rasio, yang membalikkan kebenaran sejati. Martin Heideger bilang, inilah ‘kebenaran’ yang bukan kebenaran. Karena Heideger kembali membuat kebenaran ala rasio itu, filsafat, telah tamat. Dan kembali pada kebenaran ala eksistensialis. Dan itu berada pada kebenaran ala Wahyu. Itulah kebenaran Islam.

Dari fakta inilah republik era kini tak layak disebut sebagai ‘de republica’. Alias republik yang keliru. Karena tak bertumpu pada hukum fitrah. Melainkan berpondasikan pada hukum ala ratio atau sebatas daya khayal manusia belaka. Inilah yang melahirkan hukum positif, berikut dengan para perangkatnya.

Ditambah faktor lain yang menyebutkan ‘republik’ kini telah salah kaprah. Ian Dallas menyebutkan, “model republik mengharuskan para senatornya sebagai esensial dari elit kekuasaan.” Sementara kekuasaan kini tak berada pada senator. Karena senator atau politisi telah dikebiri. Bak kasim. Senator mati fungsi. Tak bisa mewakili rakyat demi kesejahteraan.

Dallas mengutip lagi Polybios sebagai karakteristik untuk menyebutkan sistem republik. Polybios menyebutkan, “peran terpenting dari Senat ialah mengatur keuangan, dalam artian bertanggungjawab untuk semua pemasukan negara dan hampir semua pengeluaran.” Maknanya, senator alias politisi memegang peran penting untuk mengontrol kendali keuangan pemerintahan. Sementara era kini, kendali pemerintahan, tak dibawah kendali Senator. Melainkan di bawah kendali Bankir, unsur diluar pemerintahan atau negara sekalipun.

Ibnu Khaldun mengkonfirmasi model Romawi sebagai model dasar dari fase Republik.

“Kekuasaan terletak pada dua pondasi yang penting: pertama, merupakan kekuasaan yang berasal dari assyabiyya, yang diekspresikan dari pasukan (tentara). Kedua, uang, yang menegakkan dan menyediakan kebutuhan dari negara. Runtuhnya pondasi negara tatkala kedua unsur ini mulai menghilang,” (Ibnu Khaldun, Mukadimmah).

Kini faktanya telah benderang. Uang, tak lagi di bawah kontrol negara. Melainkan para Bankir, yang berada diluar struktur negara. Mereka mengendalikan negara, bak Legiun di era kekaisaran Romawi. Inilah fase Neo Agustus. Kemudian assyabiyya atau brotherhood, tak lagi dimiliki oleh kekuatan negara. Para pasukan atau tentara telah kehilangan semangat kebersamaan. Karena mitos (kepercayaan) bela negara telah terkikis. Karena negara, kata Bodin, tak mewakili soverignity dari Tuhan. Melainkan dari modern state, yang mengadopsi mitos absurd. Alias kepercayaan pada positivisme, yang berasal dari rasio manusia belaka. Inilah republik yang bukan republik.

Lanjut halaman berikutnya…