Beranda Eksklusif Voice of Freedom Makna Republik

Makna Republik

Kala itulah hadir Cicero, pemikir tangguh masa Romawi. Dia menelorkan kitabnya kesohor: ‘De Re Publica”. Cicero kembali mengingatkan Romawi akan republik yang ideal. Republik yang dibangun Brutus I.

Kitab Cicero itulah yang kemudian diambil manusia abad pertengahan. Itulah ‘de re publica’ diterjemahkan menjadi ‘state’ (english), ‘staat’ (Dutch), lo stato (Italia), le’etat (France). Inilah dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata: “negara”. Tentu khazanah bahasa hanya mengenal “nagara” dan “nagari” di Minangkabau. Tapi “negara” berbeda dengan “nagara” atau “nagari”. Karena “negara” itu hanya terjemahan untuk kata “state” tadi. Aslinya dari kata “statum” bahasa Latin. Artinya stabil. Mestinya tak pas disebut “negara Indonesia”. Melainkan “Stabil Indonesia”. Karena negara berasal dari kata “state” tadi.

Karena kesalahan kata dan makna inilah yang merusak bangsa. Lucius Anneus Seneca (4-65 M), penasehat Kaisar Nero, sejarawan Romawi penganut aliran Stoik, setuju dengan hal itu. Dia mengatakan, bahasa harus sesuai dengan maknanya. Salah satu jalan untuk mengembalikan virtue, melalui pengembalian bahasa. Inilah yang dikutip Ian Dallas dalam kitab-kitab politiknya.

Cicero pun berupaya mengembalikan lagi ‘republik’ Romawi. Karena pasca masa Augustus, Romawi menggila. Memang melekat label republik. Tapi Romawi tak lagi menjadi ‘urusan umum’. Melainkan Kaisar di bawah kendali sebuah institusi, yang tak dikenal dalam tatamodel penguasa. Itulah Legiun. Para tentara mengendalikan Romawi. Kaisar Romawi di bawah kendali Legiun.

Cornelius Tacitus (56-117 M), senator Romawi, menulis dua kitab kesohor: Annals dan Histories. Tacitus menceritakan tentang Romawi di bawah kontrol Legiun. Kaisar tak memerintah. Senator mandul. Tribune (rakyat) menjadi korban. Tapi para kaum passif, tak melawan kendali Legiun itu. Republik Romawi hanya nama.

Inilah yang dimaksud Ian Dallas. Dalam bukunya, ‘The Entire City’ (2015), dia menggali lagi peristiwa itu. Bak de ja vu. Sejarah kembali berulang. Orang Perancis mengatakan, ‘le histoire de repete’. Sejarah berulang. Masa Romawi kembali terjadi lagi. Tatkala Romawi dulu dikendalikan Legiun. Dulu mereka menyebutnya Republik Romawi. Kini ‘republik-republik’ di bawah kendali Bankir. Inilah Legiun bak pengendali republik. Bankir dan Legiun setali tiga uang. Inilah masa okhklokrasi. Bukan lagi demokrasi.

Tatkala pemerintahan dikendalikan gerombolan perusak. Bukan lagi ‘urusan umum’ atau res publica. Karena senator sama-sama mandul. Bak kasim yang dikebiri. Ada tapi tak berfungsi. Kaisar dan Presiden atau Perdana Menteri, tak berguna. Dulu Kaisar mengabdi pada Legiun Romawi. Kini Presiden atau Perdana Menteri dari republik, hanya menjadi debitur bagi para Bankir. Merekalah pengontrol republik yang sesungguhnya. Inilah perulangan sejarah, yang ditunjukkan Ian Dallas (Shaykh Abdalqadir as Sufi) dalam kitab tetralogi politiknya.

Lanjut halaman berikutnya…