Republik era kini tentu disambungkan Jean Bodin. Dari Plato sampai Cicero. Lalu diteruskan Bodin (1530-1596). Inilah era tatkala Eropa tengah kegelapan. Masa ketika Islam tengah terang benderang. Bodin sang member of parliement di Tolouse. Dia hidup di masa Raja Louis menjadi Monarkhi. Tatkala kerajaan Perancis berubah menjadi tirani. Karena azas ‘the king can do no wrong’ membahana. Tatkala Raja dianggap tak bisa digantikan, karena dikultuskan sebagai utusan Tuhan. Kala itulah Bodin menggelontorkan “De Republica”, kitabnya. Bodin membangkitkan lagi tentang republik, urusan umum. Karena Monarkhi telah berubah menjadi Tirani di Eropa.
Bodin mengatakan, faktor manusia bisa hidup bersama, pengaruh kesatuan pemerintahannya. “Suatu negara tak memiliki ‘summa protestas’, bak pemerintah tak bertunas”, katanya. Sekali lagi, “negara” itu terjemahan dari “state”. Bodin menitikberatkan pentingnya soverignity. Ini diterjemahkan ‘kedaulatan’. Soverignity penting bagi pemerintah untuk mengatur dan mengendalikan rakyat (tribune). Syarat pokok summa protestas, kata Bodin, kekuasaan membuat hukum (legem universis ac singulis civibus dare passe). Dari sinilah sumber soverignity. Kedaulatan itu mutlak diperlukan. Dari mana sumber hukum itu?
Bodin meletakkan dua hal. Dari Tuhan dan dari manusia. Soverignity dari Tuhan itulah yang berlaku valid. Hukum Tuhan. Barulah kemudian hukum manusia bisa mengikutinya. Bodin meletakkan kedaulatan Tuhan sebagai pondasi utama. Itulah bangunan dasar untuk membuat “De Republica”. Kata Bodin. Karena, Bodin mengatakan, pemerintah yang tak kuas untuk menindas pengaruh dominasi feodalisme, malah berbahaya.
Itu pula yang dihembuskan Cicero. Hukum, kata Cicero, merupakan manifestasi akal Tuhan. Disampaikan pada umat manusia melalui jiwa dan akal budi seseorang yang bijaksana. Bukan hukum yang berasal dari akal manusia (ratio). Tapi hukum yang ada dalam diri manusia dengan kekuatan yang berasal dari dirinya.
“Hukum kodrat itu tak berubah-ubah dan tidak mempunyai perbedaan dalam masyarakat yang berbeda. Setiap orang mempunyai akses kepada standart dari hukum yang tertinggi ini dengan menggunakan akal. Hukum yang tertinggi itulah pencerminan Divine Law”, Cicero berkata.
Dari Cicero sampai Bodin, unsur utama Republik tentu berada pada posisi hukum. Bodin mengatakan soverignity jadi kata kunci “de Republica” agar pemerintah bisa berdaulat penuh. Dan itu berasal dari Tuhan. Cicero mengatakan, divine law itulah kekuatan utama ‘ de republica’.
Sementara modern state membaliknya. Ratio scripta, mengutip Immanuel Kant, menjadi pondasi utama. Karena hukum rasio alias logos, inilah yang menggantikan hukum Tuhan. Inilah yang melahirkan positivisme. Inilah yang disebut hukum positif. Kontra dari hukum alam, yang dari Tuhan. Dari ratio scripta inilah muncul kekuatan liar pengendali negara-negara. Merekalah para bankir, yang memanfaatkan azas essensialisme, mengkudeta eksistensialisme.
Lanjut halaman berikutnya…