Jakarta, Aktual.co — “Ini bagus buat menyadarkan kita bahwa kita ada di Rumah Tahanan Militer, bukan di surga. Masak cuma soal TV, kita harus memusuhi mahasiswa,” ujar seorang pria yang datang melerai ketegangan antar kelompok tahanan politik di Blok III RTM Budi Utomo, Jakarta Pusat, pada tahun 1974.
Pelerai itu Sjam Kamaruzaman, Ketua Biro Khusus PKI yang bersama para tahanan PKI atau ‘di-PKI-kan’ menghuni RTM tersebut sejak tahun 1967 setelah peristiwa misterius G30S. Sjam tahanan yang paling disegani bahkan ditakuti di RTM itu, dikenali langsung oleh Yopie Lasut yang bersama sejumlah tokoh mahasiswa baru saja dijebloskan akibat peristiwa kerusuhan malapetaka 15 Januari (Malari) 1974.
Ironis, para aktifis Malari terutama pimpinan mahasiswa dari UI malah disekap bersama tahanan G30S dan PKI, yang selama aksi demo 1966-1969 menjadi musuh bebuyutannya.
Tragis gara gara ulah Tapol Malari itu para petugas RTM lalu mencabut televisi hitam putih, satu-satunya benda hiburan terpenting di blok itu. Mereka sekaligus menggunduli kepala para tahanan. Padahal sebelum tahanan pendatang baru masuk, para tahanan politik PKI selama ini terbiasa mengalah kepada para sipir.
“Para penjaga marah. Tahanan PKI menyalahkan kami,” kenang Yopie, tahanan Malari dari unsur Non Kampus yang dibebaskan pada akhir 1975.
Bersama jurnalis Sinar Harapan ini, di Blok III itu ditahan pula Ketua Senat Mahasiswa FISIP UI Salim Hutajulu, dan John Pangemanan. Sementara Ketua Dewan Mahasiswa UI Hariman Siregar bersama aktifis Malari lain, Sjahrir, Rachman Tolleng, dan Marsilam Simandjuntak menghuni blok lain di RTM Budi Utomo juga.
Cuplikan kisah Nyanyian God Father Blok III dalam buku Sjam: Lelaki Dengan Lima Alias yang diterbitkan Tempo ini cukup layak guna mengenang 40 tahun peristiwa Malari. Betapa mereka yang berbeda pandang bahkan bertentangan faham, pada suatu ketika bisa saja dipertemukan bernasib sama di tempat yang sama dalam cekaman situasi yang mungkin tidak sama.
Para tapol PKI dan yang di-PKI-kan terpenjara akibat visi misi sosialisme rakyat yang menentang kapitalisme. Para tapol Malari ‘diamankan’ akibat visi misi sosialisme negara mereka yang mengkritisi dominasi modal asing.
Para tapol PKI dsb menjadi korban konspirasi misterius 50 tahun lalu yang memuncak dalam peristiwa G30S sebagai casus belli untuk menggulingkan Presiden Soekarno melalui kudeta merangkak.
Para tapol Malari adalah tumbal pertarungan para jenderal berebut pengaruh dan adu dekat dengan pucuk pimpinan Orde Baru, Jenderal Soeharto yang tengah mengkonsolidasi kekuasaan agar didukung penuh kekuatan global Blok Barat, penguasa modal dunia.
Visi misi idealisme dari dunia ideologi, memang tak selalu menemui jalan yang tepat arah dalam realitas pertarungan praktis penuh konspirasi di dunia politik dan bisnis. Cita-cita mulia para idealis pun acap kandas tercengkeram kepentingan politik sesaat.
Namun adakah kekuatan di dunia yang mampu lama membungkam semangat dan visi idealisme kaum muda, sebagaimana disuarakan oleh Hariman Siregar dan kawan kawan muda pada zamannya?
Tentang semangat zaman ini, pernah digoreskan tegas dalam gurat penyair Angkatan 45, Chairil Anwar sebagai berikut:
Jangan mau jadi pengecut
Hidup sekali
Harus berarti
Ada yang berubah
Ada yang bertahan
Karena zaman tak bisa dilawan
Yang pasti,
Kepercayaan harus diperjuangkan
Dhia Prekasha Yoedha
Artikel ini ditulis oleh: