Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat jumpa pers terkait kasus Cak Imin di Gedung Merah Putih KPK, Aktual.com/Sandi

Jakarta, Aktual.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Anggota DPD RI 2009-2014 Kemala Motik Abdul Gafur untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemprov Maluku Utara dengan tersangka Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Ghani Kasuba (AGK).

“Hari ini di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan Kemala Motik Abdul Gafur sebagai saksi,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (7/3).

Ali belum memberikan rincian lebih lanjut terkait keterangan apa yang akan digali dalam pemeriksaan terhadap Kemala Motik.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Abdul Gani Kasuba sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Penyidik KPK juga telah menahan Abdul Ghani Kasuba dan lima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Desember 2023.

Para tersangka lainnya meliputi Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara, Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Pemprov Maluku, Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara, Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), serta pihak swasta Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).

Kasus yang menjerat Abdul Ghani Kasuba dan para tersangka tersebut berawal dari pelaksanaan pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan anggaran dari APBD.

AGK, selaku Gubernur Maluku Utara, terlibat dalam proses penentuan pemenang lelang proyek pekerjaan tersebut.

Untuk melancarkan rencananya, AGK meminta AH, DI, dan RA untuk melaporkan proyek-proyek yang akan dikerjakan di Provinsi Maluku Utara.

Nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai lebih dari Rp500 miliar, termasuk pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga serta Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.

Selain itu, AGK juga sepakat dan meminta AH, DI dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar anggaran dapat segera dicairkan.

Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu KW dan ST. Keduanya juga telah memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan oleh perusahaannya.

Teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI.

Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.

Uang-uang tersebut kemudian digunakan diantaranya untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.

Atas perbuatannya tersangka ST, AH, DI dan KW sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001

Sedangkan Tersangka AGK, RI dan RA sebagai Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan