Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf pada Kick Off Peringatan Hari Santri Nasional 2025 di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (10/10/2025). ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf pada Kick Off Peringatan Hari Santri Nasional 2025 di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (10/10/2025). ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari

Jakarta, aktual.com – PBNU tengah menghadapi ketegangan internal setelah munculnya Risalah Rapat Harian Syuriah yang berisi permintaan agar Ketum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, mengundurkan diri. Mantan Katib Aam Syuriah PBNU 2010–2015, Malik Madaniy, memandang kegaduhan ini sebagai konsekuensi dari dinamika Muktamar NU 2015. Ia pun mendorong agar Muktamar berikutnya segera diselenggarakan.

“Diakui atau tidak, situasi PBNU yang kisruh sekarang ini adalah buntut dari drama kolosal Muktamar Alun-alun Jombang tahun 2015. Di antara tokoh pemain lapangannya yang utama pada waktu itu adalah orang yang sekarang menjadi Ketum dan Sekjen PBNU,” ujar Malik Madaniy, Minggu (23/11/2025).

Ia melanjutkan bahwa “Rupanya persekutuan keduanya tidak ikhlas untuk membesarkan NU. Perjalanan waktu membuktikan hal itu.”

Malik menilai sejumlah persoalan internal ikut memperburuk keadaan, termasuk kepentingan pribadi yang berujung retaknya hubungan antarpimpinan.

“Beberapa masalah yang menjadi kepentingan pribadi dan kelompok telah menyebabkan keduanya pecah kongsi. Akibatnya, tata kelola organisasi lumpuh. Contoh, SK2 pengesahan pengurus wilayah dan cabang terbengkalai dan tidak kunjung diterbitkan,” tuturnya.

Ia juga menyinggung langkah Rais Aam yang dinilai justru memperkeruh suasana.

“Turun tangannya Rais Aam dengan dalih membersihkan PBNU dari pengaruh Zionis internasional tidak mendinginkan situasi, bahkan semakin memperparah konflik, karena dilakukan dengan cara-cara yang tidak mengindahkan tata aturan organisasi yang benar,” jelasnya.

Untuk meredakan eskalasi, Malik mengusulkan Muktamar segera digelar, disertai syarat agar pihak-pihak yang berseteru tidak kembali maju dalam pemilihan.

“Muktamar harus segera dilaksanakan dengan catatan ketiganya tidak boleh mencalonkan diri atau dicalonkan karena mereka telah gagal menakhodai NU dengan benar, bahkan nyaris membawa NU ke jurang perpecahan,” ucapnya.

Ia menilai KH Ma’ruf Amin dan KH Asep Saifuddin Chalim merupakan figur yang layak memimpin NU ke depan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain