Medan, Aktual.com – Belum hilang diingatan kecelakaan truk di Kecamatan Manduamas, Kabupaten Tapteng, Kamis (28/5) lalu. Kecelakaan tragis yang menyebabkan 17 pelajar berusia belasan tahun tewas terjebak lumpur di dalam parit sedalam 3 meter. Sejumlah pelajar lainnya luka-luka. Kecelakaan itu dipicu lepasnya ban truk dan menyebabkan kendaraan oleng.

Tak sampai hitungan bulan, kejadian nyaris serupa terjadi di Kabupaten Karo, tepatnya di Desa Suka Meriah, Kecamatan Kuta Buluh, Kamis (11/6). Sebuah mobil pick up jenis Hartop yang mengangkut 30 pelajar terjerumus ke perkebunan jagung sedalam 9 meter. Kecelakaan yang disebabkan rusaknya stir mobil itu menewaskan 2 pelajar SD. Sementara 6 pelajar lainnya luka-luka.

Kecelakaan beruntun itu, semakin membuka mata betapa masih peliknya situasi transportasi di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara.

Menanggapi itu, pengamat transportasi dari Lembaga Studi Advokasi Transportasi Sumatera Utara Syukrinaldi mengatakan kecelakaan beruntun itu mengindikasikan kondisi per transportasian di Sumut yang memprihatinkan dan membutuhkan penataan dan pembenahan penanganan yang serius. Utamanya pengangkutan umum yang belum menyentuh wilayah-wilayah terpencil.

“Ya, kejadian di Tapteng, transportasi belum menyentuh ke daerah terpencil, kendaraan ada, tapi ke daerah terpencil tidak ada. Kasihan di daerah itu,” ujar Syukrinaldi kepada Aktual.com, Jumat (12/6) malam.

Syukrinaldi menuturkan, keterbatasan ketersediaan alat transportasi umum menjadi alasan utama penggunaan kendaraan non angkutan umum yang dimodifikasi sedemikian rupa.

“Itu kan tidak layak mengangkut orang, jadi bisa kita kaji, kenapa mereka naik kendaraan itu. Bisa jadi, mobil itu difasilitasi berapa per bulan, kalau itu, sudah menyalahi aturan, karena dia bukan alat angkutan umum,” tukasnya.

Tak cuma soal keterbatasan armada transportasi, menurut Syukrinaldi, penegakan hukum juga dinilai agak mengendur. Penindakan terhadap angkutan yang menyalahi aturan dinilai belum dilakukan secara maksimal.

“Untuk kepolisian sendiri, di daerah, agak mengendur, tindak tegas terhadap angkutan, tidak ada keteraturan, ijin trayek, armada melebihi kapasitas, tapi lagi-lagi soal keterbatasan armada menjadi alasan,” ujarnya.

Begitupun dengan alasan keterbatasan itu, Syukrinaldi menegaskan, penggunaan angkutan non penumpang orang seharusnya secara tegas dilakukan pelarangan.

“Dari segi keselamatan, mereka harus bertanggung jawab dengan bus yang tidak layak dipergunakan, macam truk, tidak dibenarkan mengangkut orang dibelakangnya. Kendaraan seperti truk, pick up. Iya benar, itu tidak dibenarkan, banyak hal paling krusial, tidak menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang. Karena seharusnya membawa barang mati,” katanya.

Syukrinaldi menambahkan, persoalan mendasar lainnya dalam per transportasian yang membutuhkan adanya penataan yakni masalah Sumber Daya Manusia (SDM). Menurutnya, SDM yang terlibat pada bidang perhubungan dan transportasi juga harus dibenahi secara serius.

“Kemudian persoalan SDM insan perhubungan, itu juga kunci dari perhubungan, baik itu supir dan pengemudi, dan termasuk kelayakan jalan dan para petugas, razia-razia, tapi dia tidak tau apa yang di razia. Tapi ya lagi-lagi soal keterbatasan transportasi, kuncinya pemerintah harus memperhatikan itu,” tukas Syukrinaldi.

Terpisah, Dirlantas Polda Sumut Kombes Pol Refi Andri, Jumat (12/6) malam kepada Aktual.com mengatakan, kondisi pertransportasian di Sumut menghadapi dua persoalan yang bertolak belakang. Yakni aspek keterbatasan ketersediaan armada angkutan dan pelanggaran penggunaan armada itu sendiri.

“Memang kita dihadapkan pada dua persoalan yang saling bertentangan, pertama pihak perkebunan, perusahaan dan pihak-pihak lain dengan keterbatasan sendiri, kemudian dipihak lain, penggunaan kendaraan seperti itu memang melanggar aturan,” kata Refi.

Refi mengatakan, penggunaan kendaraan non pengangkutan orang di daerah-daerah yang terbatas, boleh saja di tolerir. Asal, penggunaannya tetap mengutamakan keselamatan dan kenyamanan para penumpang dengan modifikasi dan standart tertentu.

“Utamanya keselamatan, kenyamanan dan lain-lain, karena bagaimanapun, kalau kita lihat dengan kondisi alam, seperti di Tapteng, jarak antara pemukiman dan sekolah 25 kilo,” imbuh Refi.

Sayangnya, menurut Refi penggunaan kendaraan dengan standart yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan penumpang agaknya belum dilakukan secara maksimal. Meski, keberadaan perusahaan-perusahaan penyedia kendaraan itu sebenarnya dinilai mampu.

“Saya kira pun, dengan perusahaan seperti itu, kalau mereka mau, mereka akan mampu. Kalau penilaian saya ya, kalau mereka mau dan care,” katanya.

Soal pencegahan terulangnya kejadian serupa, Refi menuturkan pihaknya bersama satuan terdepan, seperti Polsek akan terus melakukan pendekatan dan sosialisasi keselamatan berkendara. Karena menurutnya, penghentian penggunaan kendaraan non pengangkutan orang tidak mungkin dilakukan dalam waktu cepat.

“Karena bagaimanapun, kalau itu kita hentikan segera, anak-anak dan adek-adek kita itu terhambat ke sekolah. Yang kita lakukan sekarang adalah, bagaimana supir dan pengemudi itu lebih terampil, dan bagaimana kendaraan itu adalah kendaran yang terbaik,” tandasnya.

Soal razia, penertiban dan penindakan hukum, Refi tak menafikan itu pasti akan dilakukan. Namun, tentu dengan tahapan-tahapan secara berjangka.

“Bisa langkah seperti itu kita lakukan (razia dan penertiban), ada langkah pentahapan, bertemu dengan perusahaan, secara rutin, tapi setelah kejadian itu menjadi atensi kita untuk melakukan berbagai upaya preventif penegakan hukum, dan semua harus memakluminya. Harus ada sinergitas, pemerintah, badan usaha, tentu akan lebih baik ke depan,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: