Jakarta, aktual.com – Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera, menyatakan agar tidak terburu buruh menetapkan digitalisasi Pemilu dengan e-voting. Meskipun ia mengakui digitalisasi Pemilu tidak tertekan dan sudah dilakukan di banyak negara maju.
“Teknologi itu keniscayaan, jangan ditolak. Tapi harus dijalankan dengan seksama dan penuh kehati-hatian,” kata Mardani saat diskusi bertajuk “Digitalisasi Pemilu dan Bonus Demografi Menuju Indonesia Emas” yang digelar Koalisi Pewarta Pemilu dan Demokrasi (KPPDEM) di Media Center KPU RI, Jakarta, Selasa, 28 Oktober 22025.
Politikus PKS ini menilai e-voting bisa diterapkan bila dua hal mendasar bisa dipenuhi oleh penyelenggaraan (KPU), pengawas (Bawaslu) dan semua stake holder terkait Pemilu.
“Satu, teknologinya tervalidasi securitynya. Yang kedua, etika penyelenggaranya tinggi. Kalau dua ini gak ada, trustnya kecil, masalahnya besar. Nanti malah merusak pemilu kita,” jelasnya.
Selain itu menurut Mardani, ruang digitalisasi Pemilu sudah dibuka dalam undang undang Pemilu, dan sudah diterapkan secara bertahap.
“Dari kemarin sudah. Makanya ada Sirekap, karena di undang-undang walaupun tidak spesifik, tetapi kita sudah membuka jendelanya,” ujarnya.
Meski begitu ia pun menyatakan, jangan dipasakkan penerapan e-voting pada Pemilu 2029 mendatang, karena masih banyak catatan yang harus diperbaiki.
“Gini, antara penerapan teknologi informasi dengan pertanggungjawaban itu mesti seimbang. Kemarin itu teman-teman lihat enggak? Akhirnya banyak bablas ijazah palsu, gitu kan,” ungkapnya.
“Kayak kemarin itu banyak yang bagus kan, tapi ketika oleh MK dikatakan ini ijazahnya palsu, itu ruginya empat lima kali lipat. Pemilu ulang jalan, cost-nya jalan, waktunya jalan, PJ-nya kelamaan, kasihan,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















