Jakarta, Aktual.com — Gaduh rekaman “papa minta saham” melalui proses sidang MKD DPR RI, ternyata telah membangkitkan rasa nasionalisme semua komponen anak bangsa. Rakyat mendesak Pemerintah mengakhiri perpanjangan kontrak terhadap PT Freeport Indonesia dan selanjutnya akan diteruskan pengelolaannya oleh konsorsium BUMN di bidang tambang yaitu PT Antam dan PT Inalum sebagai operatornya.
“Rakyat marah dengan adanya dugaan kongkalikong dalam setiap proses perpanjangan izin usaha pertambangan. Sumber daya alam telah dikuras selama 48 tahun oleh PT FI secara tidak adil. Sudah tentu respon inilah yang tidak terduga oleh segenap manajemen PT FI dan Mc Moran di USA dan bahkan oleh Sudirman Said sendiri. Ini sangat berbahaya bagi masa depan kelangsungan perusahan holding di USA,” ujar pengamat kebijakan Energi Yusri Usman di Jakarta, Rabu (30/12).
Saat ini muncul gerakan masif dan bergelombang dari kelompok masyarakat ke DPR untuk segera dibentuk “pansus hak angket Freeport” untuk membuka kotak pandora. Surat Menteri ESDM menjawab surat Jim Mofet dari Freeport McMoran pada 8 Oktober 2015 isinya bertentangan dengan surat Dirjen Minerba 31 Agustus 2015, secara tegas menyatakan bahwa proses renegosiasi sudah dijalankan selama ini menyimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia tidak mempunyai itikad baik dalam mengimplementasikan terhadap isi kontrak karya maupun isi Undang Undang Minerba nomor 4 thn 2009.
“Dalam mencari kepastian perpanjangan kontrak, Presiden Direktur PT FI Maroef Syamsudin memakai jurus baru dengan siasat lobby Natal dengan Gubernur Papua Lukas Enambe dan dilanjuti acara merayu dukungan dari tokoh masyarakat adat setempat dan warga di Rimba Papua hotel pada hari Sabtu,” ungkap Yusri.
Adapun pertemuan antara manajemen PT FI dengan sejumlah perwakilan dari Lemasa (Lembaga suku adat suku Amungme) dan Lemasko (Lembaga Masyarakat Adat suku Kamoro) untuk membangkitkan sentiman kedaerahan bahwa kita “keluarga besar” dan “tolong kawal kami sebagai keluarga besar”. Freeport tidak dapat berjalan sendiri, tetapi berjalan bersama tokoh masyarakat Papua”
Maroef Syamsudin mengatkaan bahwa masyarakat yang ada disekitar area pertambangan seperti suku Amungme dan Kamaro yang paling tahu dan merasakan hal sebenarnya. Orang-orang yang ribut di Jakarta tidak akan merasakan dampak jika perusahaan ditutup.
“Saya melihat sikap dan gerakan yang dilakukan oleh Maroef sebagai Dirut PT FI sangat berbahaya dalam konteks politik keamanan negara. Hal tersebut dapat memicu ketegangan baru antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Apalagi isue rencana Papua Merdeka yang sudah lama diusung sekelompok masyarakat Papua bisa memanas lagi dan berpotensi mengancam keutuhan NKRI,” tegasnya.
Sehingga sekarang muncul gerakan dari Pemda Papua yang disuarakan oleh Gubernurnya Lukas Enambe minta saham 10 persen. Sejumlah tokoh masyarakat Papua mendesak segera diperpanjang kontrak PT FI ke Pemerintah pusat, padahal selama ini banyak tokoh masyarakat Papua dan anggota legislatifnya bersuara miring terhadap aktifitas PT Freeport Indonesia yang sudah beroperasi selama 48 tahun tidak memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
“Bahkan kalau mau kita mau jujur membedahnya, sesungguhnya PT Freefort Indonesia ingkar janji soal divestasi saham sebesar 51% sesuai pasal 24 kontrak karya yg harus tuntas dilaksanakan semuanya paling lambat akhir Desember 2011,” tegasnya.
untuk itu, Pemerintah sudah seharusnya tegas menyikapi gerakan-gerakan separatis dari PT FI yang berusaha dengan segala cara untuk mencapai tujuannya, bahkan terkesan mengadu domba antara komponen anak bangsa.
“Sejauh manakah merah putih itu tertanam dalam dada saudara Maroef Syamsudin yang katanya mantan prajurit TNI? seperti yang dia ucapkan dalam keterangan di bawah sumpah pada sidang majelis MKD DPR RI,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka