Jakarta, Aktual.com – Politikus Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengingatkan penafsiran masa jabatan presiden/wakil presiden oleh Mahkamah Konstitusi tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 sebagai supremasi hukum tertinggi.

“MK dalam menjalankan kewenangannya diwajibkan untuk tunduk, patuh, dan mengikatkan diri kepada supremasi hukum,” kata Agun di Jakarta, Sabtu (28/7).

Karena supremasi itu UUD 1945, bukan lembaga MK, menurut dia, tidak bisa dan tidak dibenarkan para hakim MK membuat penafsiran bebas atas subtansi pasal-pasal UUD 1945, termasuk soal masa jabatan presiden/wapres.

Agun yang pernah menjabat sebagai anggota Panitia Ad Hoc (PAH) III dan I Badan Pekerja MPR RI 2009 s.d. 2002 mengatakan bahwa MK sepatutnya tetap berpegang pada Pasal 7 UUD 1945 dalam hal masa jabatan presiden/wapres. Bunyi pasal tersebut sebelum dilakukan perubahan adalah Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Kemudian bunyi pasal itu diubah menjadi Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Untuk mendalami aturan Pasal 7 yang sudah diubah tersebut, kata Agun, harus dibaca kembali buku Risalah Perubahan UUD 1945, tahun sidang 1999, yang diterbitkan Sekretariat Jenderal MPR RI pada tahun 2008.

“Saat itu saya sebagai salah seorang anggota tim penyusun,” kata Agun.

Menurut dia, ada kejelasan bahwa yang dimaksud oleh rumusan Pasal 7 tersebut harus dimaknai baik berturut-turut maupun tidak. Dengan demikian, Presiden maupun Wakil Presiden dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk sekali masa jabatan, artinya hanya dua kali, baik berturut-turut atapun tidak berturut-turut.

Ia menekankan bahwa proses hukum uji materi yang dilayangkan semua pihak harus dihargai. Namun, UUD 1945 sebagai supremasi hukum harus berada di atas segalanya dan ditaati bagi seluruh penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, serta setiap warga negara. (ant)

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka