Hujan lebat disertai petir melanda kawasan kampung nelayan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (27/12/2018). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan adanya sirkulasi siklonik di Laut Cina Selatan, Samudra Pasifik Filipina dan Laut Arafuru dimana akan terjadi potensi hujan lebat disertai kilatan petir dan angin kencang di wilayah Indonesia. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/pras.

Kupang, Aktual.com – Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmattulloh Adji mengimbau warga di Provinsi Nusa Tenggara Timur agar mewaspadai dampak cuaca ekstrem yang terjadi di masa pancaroba atau peralihan dari kemarau ke musim hujan di provinsi itu.

“Perlu diwaspadai dampak cuaca ekstrem seperti hujan lebat, hujan es, atau hujan disertai kilat dan petir atau angin puting beliung yang biasa terjadi di masa-masa awal peralihan musim atau pancaroba,” kata Rahmattulloh Adji dalam kegiatan rilis prakiraan musim hujan 2021/2022 di NTT yang digelar secara virtual di Kupang, Kamis (2/9).

Ia menjelaskan dari total 23 zona musim (zom) di NTT, sebanyak 4,3 persen zom mengalami awal musim hujan pada Oktober 2021.

Selain itu sebanyak 65,3 persen zom mengalami musim hujan pada November dan 30,4 persen zom pada Desember.

“Jadi masa memasuki musim hujan di wilayah NTT tidak sama semuanya seperti pada tahun-tahun sebelumnya,” katanya.

Rahmattulloh menjelaskan secara umum sifat hujan pada musim hujan 2021/2022 di NTT diperkirakan normal. Namun perlu diwaspadai cuaca ekstrem yang saban tahun terjadi pada masa peralihan msuim kemarau ke musim hujan.

Pada masa pancaroba, kata dia sering kali terjadi cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai petir dan angin kencang dengan berbagai potensi dampak bencana yang ditimbulkan.

Untuk itu ia mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat di NTT agar melakukan upaya mitigasi lebih awal guna mengantisipasi dan mengurangi resiko bencana pada masa peralihan musim maupun di saat puncak musim hujan.

“Perlu diwaspadai juga terkait dengan kondisi kerentanan iklim terkait dengan kondisi cuaca yang tidak stabil,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid