“Ini terkonfirmasi dengan temuan Korsup Minerba KPK yang menemukan ada 601 IUP yang belum CnC atau sekitar 55 persen dari total 1085 IUP. Inilah yang nampaknya menjadi tali temali korupsi di sektor tambang timah. Dari tahun 2004-2014, ICW mencatat kerugian negara dari timah sebesar 68 trilyun rupiah dari pajak, biaya reklamasi, royalti, pajak ekspor dan penerimaan non pajak,” ujar dia.
Menurutnya argumentasi yang menyatakan bahwa tambang sebagai tulang punggung atau sandaran ekonomi yang konon bertujuan untuk memberikan kesejahteraan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah juga terbantahkan. Selama tiga tahun (2015-2017) DBH Pertambangan Mineral dan Batubara untuk provinsi Bangka Belitung sebesar Rp. 383,87 Milyar dengan rerata tiap tahun sebesar Rp. 127,95 Milyar. Di mana pendapatan Iuran tetap sebesar Rp. 117,85 Milyar (31%) atau rerata tiap tahun sebesar Rp. 39,23 Milyar. Sementara untuk pembayaran royalty sejumlah Rp. 266,02 (69%) Milyar atau rerata tiap tahun senilai Rp. 88,67 Milyar.
“Ini belum termasuk dengan hitungan kerugian negara dan rakyat akibat bencana ekologis seperti banjir dan pencemaran, dan juga ancaman bagi generasi Babel yang akan datang, mengingat banyak anak-anak dan perempuan yang bekerja di tambang timah dengan risiko terpapar pencemaran setiap hari,” tutur dia.
Atas dasar fakta-fakta tersebut, Jatam yang tergabung dalam organisasi masyarakat sipil menilai bahwa kondisi krisis lingkungan hidup dan hilangnya sumber-sumber ekonomi masyarakat dan ekonomi bangsa berada pada situasi yang harus segera diselamatkan dengan upaya struktural dan sistematis yang harus dilakukan oleh negara, sebagai pemegang mandat Konstitusi.
Karena itu dia mendesak:
Pertama, Presiden, Joko Widodo segera mengeluarkan kebijakan moratorium industri timah di Bangka Belitung yang bertujuan untuk melindungi keselamatan rakyat dan memastikan perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup, berupa Peraturan Presiden. Kebijakan moratorium ini sebagai langkah untuk menghentikan aktivitas tambang timah dan beralih ke sumber ekonomi lain yang berkeadilan dan berkelanjutan seperti sektor pertanian dan perikanan.
Kedua, Kebijakan moratorium yang dikeluarkan harus berbasis capaian dengan indikator yang jelas dan dibarengi dengan langkah-langkah:
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby