Singkat cerita, terjadilah rekstrukturiasi dan memunculkan, dari Rp 4,8 triliun, Rp 1,1 triliun dinilai ‘suistanable’, serta dapat ditagihkan ke petani tambak, nasabah BDNI. Sisanya, Rp 3,7 triliun tak dilakukan pembahasan saat proses restrukturiasinya.

Dengan kata lain, masih ada kewajiban Sjamsul senilai Rp 3,7 triliun yang tidak ditagihkan. Sementara SKL BLBI sudah diterbitkan oleh Kepala BPPN.

Komisi Pemberantasan Korupsi menilai, Rp 3,7 triliun yang tidak berhasil ditagih ialah kerugian keuangan negara. Maka dari itu, setelah dilakukan proses penyelidikan, KPK menetapkan Syafruddin selaku Kepala BPPN 2002-2004 sebagai tersangka.

“Setelah melakukan gelar perkara, pimpinan dan penyidik KPK sepakat meningkatkan status penanganan kasus SKL BLBI ke tahap penyidikan. Sejalan dengan itu ditetapkan SAT sebagai tersangka selaku Kepala BPPN,” papar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (25/4).

Saat konfrensi pers kemarin, Basaria juga coba dikonfirmasi ihwal andil Megawati dalam kasus SKL BLBI. Namun demikian, purnawirawan polisi itu hanya menjawab diplomatis.

“Memang itu (SKL BLBI) kebijakan pemerintah. Kebijakan bisa saja terindikasi tindak pidana korupsi, apabila dalam proses berjalannya kebijakan itu ada sesuatu manfaat yang diperoleh untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain,” papar Basaria.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby