Polda Metro Jaya menetapkan 6 tersangka yang merupakan anggota kepolisian kasus pengeroyokan di Kalibata, Jaksel. Aktual/CAPTURE YOUTUBE

Jakarta, aktual.com – Saya mengecam keras tindakan brutal, tidak manusiawi, dan main hakim sendiri yang dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian Republik Indonesia terhadap dua orang warga negara yang berprofesi sebagai mata elang (debt collector) hingga meninggal dunia di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.

Tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hukum, etika, dan nilai-nilai kemanusiaan. Ironisnya, perbuatan ini justru dilakukan oleh aparat penegak hukum yang selama ini terus mengimbau masyarakat agar tidak melakukan tindakan main hakim sendiri. Paradoks ini sangat berbahaya karena berpotensi memicu gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) secara luas, terlebih di tengah menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Polri.

Saya menegaskan, tidak ada satu pun alasan yang dapat membenarkan tindakan pengeroyokan hingga menghilangkan nyawa manusia, siapa pun korbannya dan apa pun latar belakang profesinya. Sorotan publik terhadap profesi mata elang akhir-akhir ini tidak dapat dan tidak boleh dijadikan legitimasi atas tindakan kekerasan, apalagi jika dilakukan oleh aparat negara.

Peristiwa ini harus ditindak secara tegas, terbuka, dan tanpa kompromi. Proses hukum wajib dikawal secara serius agar tidak berubah menjadi sandiwara hukum yang mencari celah pembenaran atau pembebasan para pelaku di kemudian hari. Prinsip equality before the law harus ditegakkan secara konsisten tanpa pengecualian.

Kasus ini juga menjadi catatan kritis bagi agenda reformasi Polri, khususnya dalam beberapa hal penting, antara lain pembinaan mental, etika, dan disiplin anggota sejak proses rekrutmen hingga pendidikan berkelanjutan, evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan internal Polri, serta penegasan peran dan tanggung jawab Polri dalam pembinaan praktik penagihan atau mata elang. Hal ini mengingat telah adanya nota kesepahaman (MoU) antara Polri dengan perusahaan pembiayaan dan perbankan terkait pelaksanaan fidusia dan hak tanggungan.

Di atas segalanya, peristiwa ini menunjukkan betapa rentannya perlindungan negara terhadap warganya sendiri, ketika aparat yang seharusnya menjadi pelindung justru berubah menjadi pelaku kekerasan.

Saya mengajak seluruh elemen bangsa, mulai dari masyarakat sipil, media, DPR, hingga lembaga-lembaga pengawas, untuk bersama-sama mengawal proses hukum kasus ini secara transparan dan tuntas, demi keadilan bagi para korban serta pemulihan kepercayaan publik terhadap institusi Polri.

Negara hukum hanya akan bermakna jika hukum ditegakkan secara adil, tegas, dan tanpa pandang bulu.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano