“Sehingga BUMN dapat lebih bertanggungjawab atas pemanfaatan kekayaan alam Indonesia lebih berkeadilan, serta menjaga kelestarian SDA dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia,” sambung dia.
Kata dia, BUMN harus menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk mendistribusikan manfaat sumber daya alam yang berkeadilan untuk seluruh rakyat Indonesia. “Bukan justru menjadi perantara asing, untuk mengkooptasi dan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia,” tegas Bernaulus.
Sebelumnya, pemohon menyebut keberadaan pasal-pasal tersebut diduga telah diselewengkan secara normatif dan menyebabkan terbitnya peraturan turunan. Yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Persero.
Dalam PP yang dikenal dengan PP Holding BUMN Tambang, tiga BUMN dialihkan sahamnya kepada PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum). Tiga BUMN itu, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk, serta Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk.
Pemohon juga menilai, Pasal 4 ayat (4) UU BUMN menunjukkan akibat dari penyertaan modal negara pada BUMN lain. Sehingga BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN lainnya.
Ketentuan ini, telah menghilangkan BUMN dan dapat dikategorikan sebagai privatisasi model baru karena adanya transformasi bentuk BUMN menjadi anak perusahaan BUMN tanpa melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR RI.
Laporan: Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh:
















