Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi mempertanyakan efektivitas Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan upaya untuk meminimalisir terjadinya kerugian negara yang masih terus terjadi.
Meski belum menerima laporan terkait dengan laporan audit BPK yang menyatakan bahwa dalam lima tahun terakhir negara mengalami potensi kerugian sebesar Rp 112,57 triliun, dimana salah satunya disebabkan oleh korupsi, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyebut, audit itu semestinya juga menjadi pertanyaan bagi BPK mengapa sejumlah kasus penyebab kerugian negara masih terus terjadi.
Dia mengatakan, setiap kali melakukan audit, biasanya BPK membuat analisis mengapa terjadi kerugian, dan melakukan upaya-upaya awal agar uang tersebut kembali. Pertanyaannya, kata Bambang, mengapa ha tersebut selalu berulang. 
“Padahal sudah ada identifikasi masalah, tapi kok (kerugian tersebut) berulang. Dalam hal ini efektivtas lembaga tersebut patut dipertanyakan,” kata Bambang di Jakarta, Kamis (4/12).
Hal ini pun menurutnya menjadi tantangan kepada BPK, sejauh mana hasil audit itu bisa digunakan untuk membangun perubahan sistem yang lebih efektif yang bisa meminimalisir mall administration maupun penyalahgunaan. 
Namun demikian, Bambang mengaku bahwa berdasarkan laporan tersebut KPK bisa melakukan tindak lanjut. Namun menurutnya tidak semua sektor bisa dimasuki KPK untuk ditindaklanjuti.
KPK hanya bisa, kata dia menindaklanjuti laporan audit BPK yang masuk dalam ranah national interest saja. “Salah satunya di sektor kehutanan, pertambangan. Itu di situ kita bisa masuk,” kata Bambang. 
Menurut dia, setelah masuk dalam sektor yang dituju berdasarkan audit BPK tersebut, KPK akan langsung melakukan penindakan ataupun pencegahan. “Jadi Kita bukan sekedar masuk, tapi kita cari akar masalahnya, kita selesaikan masalahnya. Di situlah kita padukan law enforcement dan pencegahan.”
Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan melaporkan temuanya kepada DPR. Dalam temuan yang dilakukan BPK selama 5 tahun. Pada semester II tahun 2009 hingga semester I tahun 2014, BPK mencatat 40.854 kasus yang beresiko merugikan negara sebesar Rp 112,57 triliun.
Hal tersebut disampaikan Ketua BPK Harry Azhar Aziz dalam sidang paripurna DPR disertai beberapa laporan. Diantaranya, sebanyak 22.337 kasus yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 20,93 triliun. Selain itu, terdapat 5.441 kasus yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 52,91 triliun dan kasus kekurangan penerima Rp 38,73 triliun.
” Hasil pemeriksaan BPK itu dimuat dalam ikhtisar Hasil Pemeriksaan Lima Tahun (IHPL),” kata Harry di gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/12). Berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, Harry menguraikan, BPK telah menerbitkan 6.900 laporan hasil pemeriksaan (LHP) untuk segera ditindaklanjuti. Sebanyak 14.854 kasus senilai Rp 30,87 triliun yang berdampak pada kerugian, potensi kerugian, hingga kekurangan penerimaan negara. 
Rincianya, terdiri dari ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan sebanyak 8.323 kasus senilai Rp 30,87 triliun dan 6.531 kasus kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu