Jakarta, Aktual.com– Sifat rendah hati atau tawadhu’ merupakan salah satu sifat yang terpuji dan salah sifat yang disukai oleh banyak orang. Sedangkan lawannya adalah sifat sombong yang menjadi salah satu sifat yang paling dibenci oleh Manusia bahkan Allah sendiri, karena sifat sombong merupakan sebab diusirnya Iblis dari surga.
Akan tetapi. Sifat rendah hati tidak bisa kita nilai dengan diri sendiri, karena rendah hati berasal dari perasaan yang luhur bukan dari pengakuan diri sendiri. Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari berkata dalam kitab hikamnya mengatakan bahwa seseorang yang mengaku dirinya rendah hati. Maka sesungguhnya ia merupakan orang yang sombong.
من أثبت لنفسه تواضعا فهو المتكبر حقا إذ ليس التواضع إلا عن رفعة فمتى أثبتَّ لنفسك تواضعا فأنت المتكبر حقا
Artinya : “Siapa yang merasa dirinya tawadhu’, berarti dia benar-benar sombong, sebab tidak ada tawaddhu’ kecuali orang itu tidak merasa tinggi dan mulia, maka jika engkau mengaku bahwa dirimu tawaddhu’, maka sebenarnya engkau adalah orang yang sombong.”
Dalam hikmat di sini mengisyaratkan bahwa ada dua sifat yang ada. Sifat terpuji yaitu rendah hati dan sifat tercela yaitu sombong. Rendah hati sendiri merupakan sifat keutamaan dalam diri seseorang yang lahir dari dua hal:
Pertama, Pengetahuan seorang muslim terhadap karakter asli dirinya, yaitu sifat lemah, tak memiliki kekuatan, bodoh, hina, dan selalu butuh kepada Allah, serta pengakuan dirinya bahwa semua perkara baik hanyalah dari karunia dan rahmat-Nya, sehingga kebaikan tersebut bisa berjalan di hadapan-Nya.
Kedua, Perasaan seorang mukmin akan keagungan dan keluruhan Allah. Dialah Zat yang maha kuat atas para hamba-Nya. Pengetahuan dan perasaan itulah yang melahirkan rasa takut, rasa hormat, dan rasa agung dalam hati seorang mukmin.
Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT mewahyukan kepada hamba-Nya untuk selalu bersikap tawadhu’.
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati, sehingga salah satu diantara kalian tidak merasa sombong kepada yang lain juga tidak berbuat zalim kepada yang lain.” (HR. Muslim)
Hanya saja, seseorang tidak akan mampu mewujudkannya kecuali dengan melepaskan diri dari penyakit sombong yang dianggap sebagai salah satu perkara yang mencelakakan dan paling buruk. Allah SWT berfirman:
الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ ۖ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ الَّذِينَ آمَنُوا ۚ كَذَٰلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ
“(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS. al-Mu’minun: 35)
Dengan demikian, sombong adalah sifat tercela, baik menurut syara’ maupun logika. Sebab, sifat itu menuntun pemiliknya kepada kemarahan dan murka Allah, sebagaimana salah satu firman-Nya yang telah disebutkan di atas.
Pada akhirnya, tujuan hikmah yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah adalah memperingatkan kita dari sikap sombong yang lahir dari pengakuan seorang muslim yang merasa dirinya rendah hati. Siapa pun yang melakukan hal itu, sejatinya dia sudah sombong.
Karena, ketika seseorang telah menetapkan dirinya rendah hati justru ia melihat diri sendiri memiliki kelebihan atas orang lain. Semoga kita bisa terhindar dari sifat pengakuan diri sebagai orang yang Tawadhu’ dan sombong.
Waallahu a’lam
(Rizky Zulkarnain)
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra