Teorinya sederhana: kelangkaan akan meningkatkan nilai atau harga.
Saat BBM langka maka harga BBM akan meningkat. Jadi, siapa yang menguasai atau memiliki BBM dalam jumlah besar maka dia akan diuntungkan. Bahkan, dapat mengontrol harga BBM.
Ketika CEO perusahaan multinasional Dow Chemical Company Andrew Liveris pada 2008 lalu mengatakan kepada The Economist bahwa “Water is the oil of the 21st century”, ini artinya air sudah menjadi barang langka.
Secara eksplisit, Andrew Liveris saat itu ingin mengatakan bahwa sebenarnya air sudah bukan lagi barang bebas, seperti udara. Jadi untuk mendapatkan sejumlah air, manusia harus melakukan pengorbanan. Membelinya atau menukarkan dengan uang.
Ya. Kini air kini menjadi komoditas penting dan strategis bagi beberapa lembaga keuangan dan perbankan multinasional. Bahkan, air kini menjadi komoditas yang sudah diperdagangkan di global stock exchanges.
Sekadar catatan, lembaga keuangan global seperti Goldman Sachs, JP Morgan Chase, Citigroup, UBS, Deutsche Bank, Credit Suisse, Macquarie Bank, Barclays Bank, Blackstone Group, Allianz, sampai HSBC Bank bahkan sudah cukup lama melakukan konsolidasi untuk penguasaan baru di bisnis global air ini.
Itu belum beberapa catatan orang kaya seperti miliuner Li Ka Shing (Hongkong) atau Manuel V Pangilinan (Philipina) di bisnis air global. Atau perusahaan yang “membeli” ratusan hektar tanah yang mengandung deposit air dalam jumlah cukup besar. Di Indonesia saja, beberapa perusahaan air mineral bahkan sudah menjadi “kuasa” atas beberapa sumber mata air.
Mengapa air menggantikan minyak?
Untuk diketahui, hanya 2,5 persen air yang ada di bumi ini berbentuk air segar (fresh water). Dari 2,5 persen itu, sekitar 70 persen berbentuk gleser (es salju) dan cadangan air bawah tanah (aquifers).
Jadi hanya sekitar 0,007 persen air segar (fresh water) yang bisa diakses langsung oleh manusia. Disamping untuk air minum dan kebutuhan rumah tangga, manusia menggunakan air itu untuk kebutuhan pertanian dan industri.
Bisa dibayangkan, air yang ada dipaksa untuk memenuhi kebutuhan air sekitar 7 miliar manusia yang hidup di bumi saat ini. Itu belum peruntukan industri dan pertanian yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
PBB mengeluarkan sebuah kajian bahwa sekitar 3 miliar manusia saat ini akan berhadapan langsung dengan kelangkaan air pada tahun 2025. Data dari Organization for Economic Corporation & Development (OECD) bahkan memperkirakan masalah kelangkaan air akan dihadapi sekitar 3,5 miliar pada 2030 nanti.
Data dari China Institute for Geo-Environment Monitoring menyatakan, sekitar 360 kota dari sekitar 600 kota yang ada di Tiongkok mengalami kelangkaan air. Itu belum catatan negara-negara lain yang mengandalkan industrialisasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonominya.
Jadi logikanya sederhana, tanpa air, tidak ada industri dan sektor pertanian. Jika air (kualitas maupun kuantitas) berkurang terus maka industri dan pertanian akan terpukul. Yang lebih buruk lagi, keseimbangan ekologis akan terganggu.
Ini yang menjadi alasan penting mengapa air akan menjadi isu besar menggantikan isu energi (minyak dan gas bumi) ke depan. Tak salah kalau beberapa perusahaan dan lembaga keuangan multinasional sangat serius soal ini. Bagi mereka, kelangkaan adalah keuntungan besar. Kemudian, dengan langkah-langkah besar untuk menguasai air maka, ke depan, mereka akan menguasai dan mengontrol air di dunia.
Jadi tak salah kalau mulai beberapa tahun belakangan ini perusahaan keuangan besar mulai membentuk divisi khusus yakni water targeted investment funds. Beberapa nama sudah mulai kondang di industri keuangan global seperti Pictet Water Fund, SAM Sustainable Water Fund, Sarasin Sustainable Water Fund, Swisscanto Equity Fund Water atau Tareno Waterfund.
Bahkan beberapa bank multinasional sudah menawarkan beberapa structured water products untuk air seperti ABN Amro Water Stocks Index Certificate, BKB Water Basket, ZKB Sustainable Basket Water, Wagelin Water Shares Certificate, UBS Water Strategy Certificate atau Certificate on Vontobel Water Index.
Beberapa bank besar juga sudah mengeluarkan water index seperti Credit Suisse Water Index, HSBC Water, Waste, and Pollution Control Index, Merrill Lynch China Water Index, S&P Global Water Index, First Trust ISE Water Index Fund (FIW) atau International Securities Exchange’s ISE-B&S Water Index misalnya.
Peringatan Buat Indonesia
Data yang dimiliki Aktual memperlihatkan bahwa tren privatisasi water utilities dan water infrastructure oleh perusahaan atau individual sampai 2014 kemarin sudah mencapai angka lebih dari 10 persen. Sisanya masih dikuasai negara.
Angka ini akan berlipat dua pada 2030 nanti. Di sisi pembiayaan, beberapa perusahaan multinasional mulai me-backup beberapa perusahaan yang ingin melakukan privatisasi infrastruktur air di negara-negara yang ada di seluruh dunia. Termasuk Indonesia.
Oleh karena itu, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan secara keseluruhan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) karena tidak memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air harus diapresiasi.
MK sudah memutus bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan UUD 1945. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa sumber daya air sebagai bagian dari hak asasi, sumber daya yang terdapat pada air juga diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti untuk pengairan pertanian, pembangkit tenaga listrik, dan untuk keperluan industri, yang mempunyai andil penting bagi kemajuan kehidupan manusia dan menjadi faktor penting pula bagi manusia untuk dapat hidup layak.
“Persyaratan konstitusionalitas UU SDA tersebut adalah bahwa UU SDA dalam pelaksanaannya harus menjamin terwujudnya amanat konstitusi tentang hak penguasaan negara atas air. Hak penguasaan negara atas air itu dapat dikatakan ada bilamana negara, yang oleh UUD 1945 diberi mandat untuk membuat kebijakan (beleid), masih memegang kendali dalam melaksanakan tindakan pengurusan (bestuursdaad), tindakan pengaturan (regelendaad), tindakan pengelolaan (beheersdaad), dan tindakan pengawasan (toezichthoudensdaad),” kata Wakil Ketua MK Anwar Usman saat membacakan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam sidang soal UU SDA beberapa waktu lalu.
Sekarang, tinggal rezim Jokowi-JK yang melanjutkan langkah-langkah besar selanjutnya agar sumber daya air milik negara bangsa ini tidak diprivatisasi atau dikontrol oleh perusahaan/swasta.
Kita tunggu, apa yang dilakukan pemerintah kali ini…
Faizal Rizki Arief