Jakarta, Aktual.com – Dari salah satu kitab ulama klasik yang paling masyhur di kalangan orang-orang yang menggeluti dunia tasawwuf adalah kitab Al-Hikam Al-Athaiyyah. Nama kitab ini dinisbatkan kepada pengarangnya yaitu Syekh Tajuddin Abu al-Fadhl Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin ‘Isa bin Husein bin Athaillah Assakandari Al-Judzami Al-Maliki Assyadzili, atau yang biasa kita kenal dengan Ibnu Athaillah Assakandary.

Beliau dilahirkan pada tahun 658 H/1260 M di kota Aleksandria, semenanjung barat laut kota Kairo, Mesir di masa kekuasaan Dinasti Mamluk. Ia berasal dari bangsa Arab. Nasabnya berasal dari Judzam, yaitu salah satu kabilah kahlan yang berujung pada Bani Ya’rib bin Qohton. Seperti kakek dan orang tuanya, ia tumbuh dalam lingkungan yang terdidik dengan ilmu-ilmu agama.

Sejak remaja, Syekh Ibnu Athaillah sudah belajar pada ulama-ulama hebat di kota Aleksandria. Dalam kitab “Attharîqah Asysyadziliyyah wa ‘Alâmuha” karangan Syekh Muhammad Ahmad Darniqah disebutkan bahwa Ibnu Athaillah muda menimba ilmu-ilmu agama dari tafsir, hadis, fikih, usul fikih kepada Syekh Nashiruddin bin al-Munir (w.683 H) sebagaimana ia juga bertalaqqi kepada Syekh Syamsuddin Al-Ashfahani (w.683). Ia juga belajar ilmu-ilmu alat seperti Nahwu dan Balaghoh dan termasuk orang yang saat mudanya menentang ajaran-ajaran tasawwuf.

Kakeknya merupakan salah satu ahli fikih di zamannya yang menentang tradisi-tradisi tasawwuf. Seperti kakeknya, pada awal perjalanan intelektualnya, Syekh Ibnu Athaillah merupakan salah seorang ulama yang mengingkari ajaran tasawwuf, walau pada kemudian hari ia menjadi salah satu master dalam bidang tersebut.

Laporan: Mabda Dzikara

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid