“Sehingga pada waktu itu, banyak perusahaan yang sehat, perusahaan yang normal, mau nggak mau (jadi) bangkrut. Karena tingkat bunga yang sangat tinggi,” jelasnya.

Dia melanjutkan, lewat IMF itu, pemerintah memaksakan menutup 16 bank kecil dan sedang. Akan tetapi akibatnya, rakyat Indonesia tidak percaya dengan bank nasional. Banyak yang mengalami ketidakpercayaan, yang akhirnya hampir seluruh bank-bank besar termasuk BCA dan Danamon bangkrut (kolaps), sehingga terpaksa pemerintah menyelamatkan bank-bank itu dengan mengucurkan BLBI.

Selanjutnya, kata Rizal, IMF juga memaksa pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tanggal 1 Mei 1998 -sebelum Soeharto lengser- sebesar 74 persen yang memicu demonstrasi besar-besaran hingga kerusahaan. Dalam peristiwa itu, ratusan orang meninggal dan ribuan orang luka-luka. Sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) anjlok dari Rp2.200 menjadi Rp15.000 per USD.

“Saran-saran IMF itu disetujui oleh para menteri waktu itu, menteri bidang ekonomi komprador, malah akibatkan ekonomi Indonesia anjlok. Sehingga pemerintah harus menyelamatkan hampir US$ 80 miliar untuk bantu bank-bank ini atau hampir sekitar Rp1.000 triliun. Kalau sejarang, bisa dihitung dengan bunga-berbunganya,” terangnya.

Rizal mengurai, semula pinjaman BLBI itu dalam bentuk tunai. Dan sudah seharusnya hutang-piutang dengan pemilik bank itu pun tetap tunai. Tapi entah bagaimana ada lobi-melobi, yang akhirnya diganti dengan penyerahan aset.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid